Waktu pelayanan dari saya mulai memesan sampai soto disajikan di depan meja saya tidak lebih dari sepuluh menit.
Hal ini mengingat kesiapan bahan utama, yaitu kaki sapi yang sudah terpotong dan tinggal diguyur kuah soto saja.
Secara penampakan soto kaki yang tersedia di mangkuk tidak berbeda dengan soto Betawi lainnya. Kuahnya tidak bening, melainkan kuning berminyak.
Di dalam kuah yang berisi bagian kaki berbentuk kikil, terdapat potongan kentang yang ditaburi remukan emping plus kerupuk warna.
Penambahan kerupuk warna ini yang membedakan soto kaki Mencos dengan soto Betawi lainnya yang pernah saya makan.
Saya melihat penampakan soto di mangkuk sambil menambahkan sambel, lalu acar ke nasi. Sebelum menyuap nasi, saya mencoba sesendok kuah soto. Kuah soto yang hangat masuk ke mulut saya melewati lidah sampai ke tenggorokan.
Bumbu yang larut dalam kuah terasa pas dan gurih di lidah, membuat suapan berikutnya saling menyusul sampai nasi putih saya tandas dan kuah di mangkuk tuntas tanpa sisa.
Kalau Tuan dan Puan ingin juga menikmati seperti yang rasakan, mampirkan ke warung ini saat senggang.
Untuk seporsi soto dan sepiring nasi putih, saya harus membayar Rp 32.000.
Karena lokasinya tepat di pinggir jalan, tidak ada fasilitas untuk toilet dan tak ada juga tempat yang khusus untuk parkir kendaraan bermotor.
Namun, berhubung jalan di depan warung tersebut tidak begitu ramai, Tuan dan Puan masih bisa parkir kendaraan di depan warung untuk bergoyang lidah menikmati soto kaki buatan H. Sarnadi itu.