Tak kenal maka tak sayang, pepatah itu ada benarnya menanggapi banyak bertebaran profil calon legeslatif yang muncul sebelum pemilu legeslatif pada 9 April 2014 lalu.
Di tanggal itu, ratusan juta orang di Indonesia harus memilih satu nama dari ratusan nama yang berasal dari 12 partai politik nasional dan 3 partai politik daerah di Aceh.
“Secara psikologi pola pemilihan itu tak logis,” ujar Prof. Dr. Hamdi Muluk, Guru Besar Politik Universitas Indonesia. “Semakin banyak pilihan, orang makin tidak fokus memilh.”
Perasaan bingung itu seperti yang dirasakan banyak orang ketika melihat sosok orang yang tak dikenal mendadak muncul di berbagai baliho di jalan-jalan, selebaran fasilitas umum, bahkan sampai stiker yang ditempel di depan pagar rumah.
“Seharusnya, orang yang mau terjun ke dunia politik sudah siap dengan segala instrumen yang mendukung langkah dirinya, termasuk personal branding,” lanjut Hamdi Muluk, “sebab dengan begitu, orang bisa tahu kiprahnya di masyarakat.”
Hal itu dikatakannya dalam peluncuran buku “Personal Branding, kunci kesuksesan berkiprah di dunia politik” yang diadakan di gedung Gramedia Matraman, 6 April 2014.
Buku yang tulis Dewi Haroen, memang ditujukan untuk sejumlah orang yang mencalonkan dirinya untuk menjadi wakil rakyat, baik di pemerintahan maupun di parlemen.
“Buku ini lahir dari keresahan saya melihat begitu banyak orang mengiklankan dirinya untuk menjadi wakil rakyat, namun tak pernah diketahui siapa dan bagaimana dia di masyarakat,” tukas Dewi Haroen menganggapi soal penyebab menuliskan buku tersebut.
Acara yang diselenggarakan oleh Gramedia sebagai penerbit buku ini dihadiri juga oleh Prof. Dr. Din M. Syamsuddin, yang hadir sebagai Ketua Umum MUI, dan Dwiki Darmawan, salah satu artis yang ikut mencalonkan diri menjadi calon legeslatif, dengan Alvin Lie sebagai moderator.
Din M. Syamsuddin dalam kesempatan ini mengatakan, “Menjelang pemilu legeslatif ini, semua caleg sudah mem-branding dirinya dengan wajah dan senyum terbaiknya dalam meraih dukungan dari masyarakat.”
Lebih lanjut, Dewi Haroen menegaskan dalam bukunya, proses menanamkan brand itu bukan proses yang asal jadi, tetapi merupakan proses terus menerus untuk menancapkan citra baik di publik dan dilakukan dengan berbagai cara (hal.8)
“Kalau orang bisa menarasikan seseorang dengan baik, itu artinya personal branding orang yang bersangkutan sudah berhasil,” tambah Hamdi Muluk.
Din M. Syamsuddin mengamini hal ini dengan menambahkan, “Personal branding dalam Islam terlihat pada air muka, wajah, dan ekspresi seseorang, lebih merupakan inner power, bukan rekayasa.”
Pernyataan itu seiring dengan banyak para caleg yang merekayasa penampilan dan sikapnya untuk mendulang dukungan rakyat.
“Dalam dunia saya bermusik, Branding pemusik itu bisa dilihat dari karya-karyanya selama puluhan tahun,” cetus Dwi Darmawan menanggapi.”
Tetapi sekarang ternyata branding itu bisa dicetak dengan instan, seperti bermunculannya brand para musisi baru yang bertebaran silih berganti. Hal seperti itu, saya lihat juga di dunia politik.”
Untuk politisi, memang idealnya Personal branding dibangun dengan terus menerus sebelum datangnya tahun politik atau momen kampanye (hal. 18).
Branding yang diciptakan dengan instan hanya akan menjadi seperti rekayasa pencitraan.
Personal branding, seperti yang dituliskan Dewi Haroen dalam bukunya, adalah penjelasan atau proses komunikasi tentang karakter, kompetensi, dan kekuatan Anda (hal.19)
Dewi memang merasa keluarnya buku ini di penghujung momen pemilu calon legeslatif 2014 menjadi agak terlambat.
“Tidak ada yang terlambat untuk hal yang disampaikan dalam buku ini,” cetus Hamdi Muluk.
“Sebab dengan buku ini, semua orang yang akan terjun ke dunia politik di tahun-tahun mendatang, bisa lebih mempersiapkan diri dengan membangun personal branding dengan baik, sehingga masyarakat bisa memilih mengenali calon wakilnya dengan baik dan bukan memilih kucing dalam karung.”
Dari buku ini, kita juga bisa melihat personal branding dari calon presiden mana yang sudah kuat menancap di masyarakat untuk bersaing di Pemilu Presiden, 9 Juli 2014.
Tokoh yang maju dan bisa dinarasikan dengan positif oleh masyarakat, itu yang punya peluang meraih banyak dukungan.[sr]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H