"Tidak gembirakah Engkau dengan berita baik ini, Ya Rasulullah?!" Tanya Jibril.
"Kabarkan padaku, bagaimana nasib umatku sepeninggalku kelak, wahai Jibril?!" Rasulullah malah kembali bertanya.
Jibril menjawab lagi, "Jangan khawatir, Ya Rasulullah. Allah SWT telah menjamin bahwa pintu-pintu surga tidak akan pernah terbuka untuk siapa pun sebelum seluruh umatmu telah berada di dalamnya."
Jawaban itu melegakan Rasulullah SAW. Ia tampak sudah siap menghadap Ilahi. Fatimah---ditemani Ali RA, suaminya---yang sejak tadi berada di samping Rasulullah SAW hanya bisa menunduk dan tak kuasa menahan kesedihan yang mendalam.
Detik-detik akhir semakin mendekat. Izrail pun bersiap menunaikan tugas beratnya; bersentuhan langsung dengan ruh manusia suci, kekasih Allah SWT. Dengan penuh penghormatan, perlahan Izrail menarik ruh Rasulullah SAW. Tubuh manusia mulia dan penghulu dunia itu bersimbah peluh. Urat-urat lehernya terlihat menegang.
"Jibril," Di tengah sakaratul maut Rasulullah SAW sempat memanggil nama malaikat yang selalu mendampinginya itu, "Betapa pedih dan sakitnya proses kematian ini" lanjutnya mengeluh. Ia sedikit mengaduh. Fatimah dan suaminya menunduk semakin dalam, terhempas jiwa mereka karena kesedihan yang teramat mencekam.
Jibril tak menjawab. Ia hanya memalingkan muka. "Jijik-kah Engkau melihat keadaanku ini, wahai Jibril?" Tanya Rasulullah lagi. "Mengapa Engkau memalingkan mukamu? Dan ia bertanya lagi.
"Siapakah yang sanggup melihat dirimu dalam keadaan seperti ini, Ya Rasulullah?! Kekasih Allah SWT sedang direnggut ajal. Sungguh aku tak sanggup!!!."
Rasulullah SAW semakin mengaduh, serasa tak sanggup lagi dengan rasa sakit itu. Dalam proses sakaratul maut, Ia hanya bisa mengadu pada Sang Pemilik Kehidupan: "Ya, Allah...betapa dahsyat rasa sakit dan pedihnya kematian ini. Timpakan saja semua siksa sakit maut ini padaku. Jangan biarkan umatku merasakan siksa kepedihan maut ini, Ya Allah."
SOLIHIN AGYLÂ
+++