Mohon tunggu...
Solihin Agyl
Solihin Agyl Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan Peneliti Bahasa

Seorang Wordsmith, Reader, Interpreter, Teacher/Trainer, Explorer, dan Researcher di L-Pro Jember, Pembicara Seminar, dan Workshop Nasional-Internasional. Sering diminta melatih Academic Writing, Public Speaking, English Camp, TOEFL/IELTS Instructor, Teaching-Learning, dan PTK. HP. 081-336-4045-18 email : solihinagylemailpenting@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beginilah Guru Kreatif Itu Oleh: Solihin Agyl

28 Oktober 2014   15:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:27 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEGINILAH GURU KREATIF ITU

Oleh: Solihin Agyl

Pernahkah terlintas dalam benak Anda apa yang membuat seseorang berbeda dengan yang lainnya secara professional? Mengertikah Anda apa yang membuat seorang guru berbeda dengan guru lainnya? Keduanya mungkin sama-sama memiliki pengetahuan yang mendalam dan pengalaman yang luas dalam mengajar, keduanya mungkin juga sama-sama mampu membuat rencana pembelajaran (RPP / Lesson Plan) yang bagus dan efektif sekaligus mampu mengaplikasikannya di dalam kelas dengan baik.

Namun, ada satu faktor yang akan membuat mereka berbeda satu sama lain yaitu kreatifitas. Kemampuan alami yang dimiliki setiap orang ini menurut Bernard Golden (2013) memang dibutuhkan di setiap profesi dan keadaan bahkan dibutuhkan kreatifitas dengan standar yang lebih tinggi di dunia pendidikan dan pengajaran.

Kreatifitas inilah yang membuat saya teringat pada pengalaman di 3 pelatihan guru (Teacher Training) yang tak akan pernah saya lupakan. Pengalaman pertama mengikuti teacher training terjadi pada 1999 yang diadakan oleh sebuah lembaga bahasa milik swasta di Surabaya. Itulah pertama kalinya saya mengenal dan mengetahui apa yang disebut dengan Rencana Pembelajaran (RPP / Lesson Plan) dan bagaimana cara membuatnya padahal sudah cukup lama saat itu saya menjadi guru bahasa Inggris di Jember. Dalam pelatihan itu semua peserta pelatihan diberi tugas untuk membuat 3 RPP (Lesson Plan) untuk 3 kelas yang berbeda dan untuk 3 tatap muka ke depan. Dan, semua RPP itu harus dikonsultasikan dulu dengan seorang supervisor sebelum layak ditampilkan / dipraktekkan di dalam kelas.

Bagian yang paling menarik dan bahkan penting dalam sesi konsultasi itu adalah diskusi yang merangsang kekritisan dan kreatifitas guru, di situlah sesi saling berbagi ide terjadi. Dan juga, bimbingan praktis untuk pembuatan alat bantu pengajaran / media pengajaran menjadi pertemuan / konsultasi yang sangat mengasyikkan. Lebih lagi, direktur lembaga tersebut, yang tidak jarang nimbrung dalam diskusi itu, sesekali memberi tantangan pada semua peserta pelatihan untuk mencipta alat bantu pengajaran / media pengajaran. Yang berani mengambil tantangan itu dan benar-benar mencipta media pembelajaran mendapatkan hadiah langsung secara tunai.

Pengalaman pelatihan guru berikutnya terjadi pada 2003 yang diprakarsai oleh lembaga konsultan pendidikan di Surabaya. Lembaga ini memberikan 3 minggu pelatihan secara intensif plus 5 hari workshop tentang pembuatan materi pembelajaran / media pembelajaran. Lembaga yang mengkhususkan pada pendekatan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) secara praktis ini menyediakan sesi khusus untuk pembuatan RPP, sesi konsultasi dan diskusi lebih intensif dan mendalam, praktek mengajar antar teman (Peer Teaching), Observasi kelas, evaluasi,dan yang tidak kalah pentingnya adalah wawancara khusus dengan setiap calon siswa untuk mengetahui kecendurangan kecerdasan mereka masing-masing menurut takaran teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence).

Pelatihan guru yang sangat tak terlupakan adalah di tahun 2008 di mana saya tergabung dalam pelatihan ICELT (In-service Certificate in English Language Teaching) angkatan ke-2—angkatan pertama diselesaikan di tahun sebelumnya. ICELT adalah serangkaian program pelatihan guru di bawah program kerja Universitas Cambridge ESOL Examinations di Inggris yang pada saat itu diadakan di sebuah lembaga bahasa di Bali yang berafiliasi langsung dengan pemerintah Australia.

Program ICELT ini menyediakan pelatihan guru dan dosen secara sangat intensif selama 20 minggu di mana 2 modul harus terselesaikan dengan baik. Modul 1 berfokus pada language for teachers (kemampuan bahasa bagi guru) sementara modul 2 berkaitan dengan praktek mengajar (Teaching Practice) dan metodologi (Methodology) (Gawron, Josie. 2008). Setiap modul dilenkapi dengan tugas menulis esai, pembuatan RPP (Lesson Planning), evaluasi, presentasi dan diskusi intensif tentang kegiatan, strategi dan tekhnis pengajaran di kelas.

Setelah pelatihan tersebut selesai dalam 20 minggu, semua peserta—kemudian mendapat gelar Master Trainer—diberi tugas untuk memberikan pelatihan pada guru-guru bahasa Inggris SMP dan MTs (SMP Islam) yang sudah dipilih sebelumnya di 3 propinsi yang berbeda (Jawa Timur, NTB dan Sulawesi Selatan) serta melakukan kunjungan ke sekolah masing-masing untuk memantau langsung dan memberi penilain sejauh mana praktek, strategi dan tekhnis pengajaran yang telah diberikan dalam latihan tetap dijalankan secara baik dan profesional (Rohmah, 2007).

Sesi-sesi dalam pelatihan-pelatihan di atas, baik sebagai trainer maupun sebagai trainee, seperti Pembuatan RPP (Lesson Planning), konsultasi pembelajaran (Lesson Consultation) dalam Pre and Post teaching practice conference (konsultasi sebelum dan sesudah mengajar),pembuatan alat bantu pengajaran (Media Coaching) dan evaluasi memainkan peranan penting dalam meningkatkan kreatifitas para guru selain juga peningkatan pengetahuan dan metodologi pengajaran. Dengan begitu rasa percaya diri setiap guru menjadi meningkat.

Namun demikian, mungkin saja banyak guru sudah mengikuti pelatihan sebelumnya tapi mereka tetap saja tidak merasa ada peningkatan kreatifitas. Lalu, apa yang salah dengan keadaan ini? Apa saja yang harus kita perhatikan terkait kreatifitas ini?, Apa saja kriteria guru yang kreatif itu?, Apa yang harus dilakukan seorang guru untuk menjadi kreatif? Berikut beberapa hal yang bisa dijadikan bahan pertimbangan:

· Dyer (2011) telah melakukan pendalaman terhadap penelitian yang dilakukan oleh Merton Reznikoff, George Domino, Carolyn Bridges dan Merton Honeymoon yang menyatakan bahwa kreatifitas hanyalah masalah kebiasaan dan pembiasaan saja, bukan masalah genetik; semakin kita banyak belajar dan mempraktekkannya semakin kita akan mendapatkan kemampuan untuk menjadi kreatif itu.

· Orang yang kreatif selalu mendatangkan manfaat bagi kehidupan professionalnya. Hal ini dipertegas oleh Yoris Sebastian (2006) bahwa orang yang kreatif selalu ada untuk menyelesaikan masalah (problem solver). Oleh karena itu, mereka selalu dikenal sebagai pejuang tangguh di masa-masa sulit (Golden, 2013).

· Orang yang kreatif selalu datang dengan solusi-solusi alternatif. Mereka selalu siap dengan problem dan dalam kondisi apa pun.

Maka dari itu, beberapa nasehat berikut bisa dipertimbangkan untuk menjadi guru yang kreatif:

· Bergabunglah dengan komunitas guru / orang kreatif kalau perlu mendirikan komunitas tersebut. (Sebastian, 2006). Berkumpul dan melakukan program kerja tertentu dengan orang / guru kreatif jelas akan membantu untuk meningkatkan kreatifitas kita.

· Luangkan waktu untuk membaca buku (menjadi Resourceful = memiliki banyak sumber ide) yang memberikan dan menawarkan ide-ide kreatif untuk merancang media pengajaran, Strategi pengajaran, game dan kegiatan kreatif lainnya. Beberapa buku sebagai contoh seperti Teaching Grammar Creatively (Gerngross et al., 2006), Dealing with Difficulties (Prodromou et al., 2007) Vocabulary Games and Activities for Teachers (Jones, 2001), Language Learning Strategies(Oxford, 1990) dan banyak buku lainnya.

· Atau, pastikan untuk selalu terhubung dengan jaringan internet untuk mendapat ide-ide kreatif. Berikut beberapa jaringan referensi dari internet untuk mendapatkan ide-ide kreatif:www.britishcouncil.com, www.indonesiamengajar.com, dan www.englishclub.com. Dan banyak lagi link-link lainnya.

· Dalam RPP (Lesson planning) atau saat mengevaluasi pelajaran (evaluating the lesson), yang perlu kita ingat adalah menanyakan “bagaimana bila begini / begitu?”“Bagiamana bila saya lakukan seperti ini / itu?” atau “Bagaimana caranya saya melakukan hal itu secara berbeda?”(Amarta, 2013). Pertanyaan-pertanyan tersebut tentu saja akan memicu pikiran kreatif kita.Pendek kata, Luangkan waktu untuk secara rutin memodifikasi pelajaran kita secara kreatif dan harus terkait langsung dengan kebutuhan, minat dan kemampuan siswa, serta berbagai macam latar belakang mereka karena sang gurulah yang mengetahui siswanya dengan baik.

· Berpikirlah di luar kotak / berpikirlah di luar kebiasaan (Think out of the box); hal ini juga dipertegas oleh Dyer (2011). Guru harus berpikir secara berbeda. Misalnya, memecah kebuntuan dan menghindari gaya-gaya yang terlalu biasa dilakukan oleh kebanyakan orang bahkan, kalau perlu ide “segila” apa pun layak dicoba. Dengan begitu pikiran kreatif kita akan meningkat secara signifikan.

Seorang guru bisa saja memiliki akses yang baik terhadap Komputer dan internet. Mereka juga bahkan bisa saja memiliki fasilitas kepengajaran yang sangat layak di sekolah. Tapi, semua itu akan sia-sia saja bila ternyata setiap pribadi guru tidak pernah berusaha keras untuk menghidupkan kekuatan yang sebenarnya sudah ada dalam diri mereka masing-masing yaitu kreatifitas.

Kreatifitas akan membuat semangat guru sekaligus siswanya meningkat pesat karena guru yang kreatif menjamin perjalanan belajar di kelas menjadi lebih menyenangkan. Guru yang kreatif akan selalu membuat perbedaan di kelas. Mereka mampu membuat siswanya tidak ingin beranjak di kursi mereka masing-masing dan bahkan mereka “ketagihan” untuk terlibat dalam semua kegiatan di kelas. Kreatifitas pasti membuat proses belajar mengajar menjadi sangat efektif.

Siapkah Anda menerima tantangan untuk menjadi guru yang kreatif?

1. Amarta, R. (2013). Agar Kamu Menjadi Pribadi Kreatif. Yogyakarta. Sinar Kejora.

2. Dyer, J., Gregersen, H., & Christensen M. C. (2011). The Innovator’s DNA – Mastering The Five Skill of Disruptive Innovators. Massachusetts. Harvard Business Review Press, 

3. Gawron, J. (2008) Course Handbook Cambridge ESOL ICELT (In-service Certificate In English Language Teaching). Bali. IALF.

4. Golden, B. (2013). Unlock Your Creative Genius. New York. Prometheus Books. 

5. Zuliati, R & Bentley, C. (2007). English Language Training for Islamic Schools, papers presented at TEFLIN International Conference.

6. Sebastian, Y. (2006). Oh My Goodness; Buku Pintar Seorang Kreatif Junkies. In Amarta R. Agar Kamu Menjadi Pribadi Kreatif. (pp. 95-99). Yogyakarta. Sinar Kejora.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun