Mohon tunggu...
Sofyan Utiarahman
Sofyan Utiarahman Mohon Tunggu... Guru - Master Trainer MGPBE, Fasilitator, Narasumber Kependidikan, Motivator, Instruktur Nasional, Penulis Pemula

Sofyan Utiarahman. Pecinta aksara. Peselancar Media. Menulis dan belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pak Eko

6 Maret 2023   16:25 Diperbarui: 6 Maret 2023   16:57 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruangan kerja itu didesain berwarna ungu. Semua, termasuk walpaper dindingnya. Bahkan, kursi kerja yang berwarna hitampun, diberi kesan warna ungu. Warna pilihanku, yang menginspirasi dan menyemangati Aku berkerja. 

Aku duduk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Seminggu terakhir ini, Aku fokus pada Pendampingan Individu Program Guru Penggerak dan Lokakarya. Setelah itu, dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi dan Evaluasi. Praktis, pekerjaanku di sekolah tertunda. Saat bekerja, ponselku berdering. 

"Assalaamu alaikum."

"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh."

"Bapak sibuk?"

"Biasa, Pak! Sedang mengerjakan tugas-tugas administrasi sekolah."

"Bisakah saya mengganggu, Bapak? Saya berniat datang ke sekolah yang Bapak pimpin. Kita berbincang sekadar lima menit, saja."

"Oh, bisa Pak. Ditunggu, ya..."

Jelas itu suara Pak Eko. Tanpa meyebut nama, Aku kenal jelas suaranya yang khas. Lengkapnya Eko Khoerul Nurnamawi. Kepala SMPN 3 Satap Tilamuta. Figur bertubuh kecil namun energik dan cekatan. Tatapan matanya tajam, setajam mata pisau pemotong helai-helai rambut yang jatuh sebahu.

Kami duduk santai di kursi tamu. Diah, tenaga administrasi di sekolahku menyuguhkan minuman air mineral.

"Silahkan," dengan tangan terbuka, menyilakan tamu.

"Terima kasih," sahut kami berdua.

Sejenak saya menatap dalam mata Pak Eko. Sekitar satu menit. Lalu pandangan saya alihkan mulai dari kepala hingga kaki. Tak tampak papan nama dan lambang korpri bertengger di dadanya. Pak Eko belum berubah. Kondisinya masih fit, sebagaimana yang Aku bayangkan, batinku.

"Pak, saya berniat, para guru di sekolah saya bisa keluar dari kotak stagnan. Mereka harus mampu melalukan transformasi pendidikan. Harus berubah," Pak Eko memulai percakapan.

"Saya mengatakan, pilihan profesi guru adalah profesi sibuk. Dan Ibu Bapak sudah memilih profesi ini. Maka ketika memilih profesi guru, bersiaplah untuk kerja, kerja yang bukan stagnan, tetapi dinamis dan menyesuaikan dengan zaman."

Aku menyimak setiap kata yang diungkapkannya. Bagaikan profesor yang memberikan kuliah kepada mahasiswanya.

"Saya telah menugaskan kepada guru-guru, untuk membuat aksi nyata. Meskipun kami bukan sekolah penggerak, tetapi saya menginginkan guru-guru saya menjadi bagian dari Penggerak Pendidikan Indonesia." mimiknya serius. Tangannya mengepal, tanda bersemangat.

"Dalam waktu dekat ini, saya akan melaksanakan workshop di sekolah saya. Dan saya akan mengundang Calon Guru Penggerak sebagai narasumber pada kegiatan tersebut," matanya menatap tajam. Aku membalas tatapan, dan tersenyum.

Ada rasa bangga dalam diri ini. Perhatian Kepala SMPN 3 Satap Tilamuta ini sangat tinggi. Perubahan pendidikan menjadi fokus kerjanya. Sekolah yang berada jauh dari pusat kota. Terpinggir. Di ujung Timur Pantai Tilamuta. Lebih bangga lagi, Pak Eko akan memberdayakan Calon Guru Penggerak sebagai narasumbernya.

"Saya memohon tanggapan Bapak tentang rencana saya tersebut."

"Luar biasa, Pak Eko. Saya salut. Niat Anda patut diapresiasi. Saya mendukung kegiatan tersebut."

Tampak senyum dari bibirnya.

"Saya akan membangun komunikasi dengan Calon Guru Penggerak "binaan" saya. Mereka saatnya melakukan aksinyata atas hal yang telah mereka pelajari. Saya yakin, mereka mampu melakukan diseminasi kepada rekan sejawat di luar sekolah," Aku meyakinkan Pak Eko atas niat baiknya tersebut.

Dia berdiri, menyalami saya. Genggaman kami erat. Genggaman simbol komitmen memajukan pendidikan. Kami duduk kembali di kursi sofa, setelah pandangan kami beradu selama empat puluh detik.

"Berikut, Pak! Saya berharap Bapak bisa berkosntribusi dalam penyusunan buku."

"Siap, kapan?" tanpa berselang hitungan Aku menyambut baik ide tersebut.

"Target kita dalam waktu dekat ini. Praktis satu bulan waktu untuk menulis." tegasnya.

Ping,.. waktu yang singkat, batinku.

"Boleh, boleh. Trus, bagaimana perencanaannya?"

Pak Eko menjelaskan skenario penyusunan buku. Penjelasannya mendetail. Gaya bahasanya meyakinkan. Penjelasannya pun mudah dipahami. Aku memaklumi, karena menulis buku adalah bagian dari fokus dalam hidupnya.

"Saya kira cukup, Pak. Maaf, rencana pembicaraan lima menit, kini menjadi satu setengah jam,"

"Ya, Pak Eko, senang bertemu Anda. Banyak hal positif yang kita bicarakan hari ini."

Pak Eko merogoh saku celana. Mencari kunci motor. Namun yang terpegang olehnya hanyalah papan nama dan lambang korpri yang lupa dikenakannya.

#Ruangan Ungu. Medio 060323

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun