Mohon tunggu...
Sofyan Utiarahman
Sofyan Utiarahman Mohon Tunggu... Guru - Master Trainer MGPBE, Fasilitator, Narasumber Kependidikan, Motivator, Instruktur Nasional, Penulis Pemula

Sofyan Utiarahman. Pecinta aksara. Peselancar Media. Menulis dan belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Pemikiran KHD dan Tugas Guru

4 Mei 2022   23:37 Diperbarui: 4 Mei 2022   23:53 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan pilar perubahan peradaban. Menurut Prof. Dr. Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan Indonesia, sebagaimana telah dirilis pada kompas.com mengatakan bahwa," Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang maju yang tidak didukung dengan pendidikan yang kuat."

Masih dalam suasana hari Pendidikan Nasional tahun 2022, saya ingin merefleksi tugas guru dalam konteks filosifi pemikiran Ki Hajar Dewantoro. 

Filosofi pemikiran Beliau dewasa ini menjadi "ruh" transformasi pendidikan Indonesia yang digalakkan oleh Mas Menteri bersama jajaran pendidikan di Indonesia, termasuk guru. Ki Hajar Dewantoro menjelaskan, bahwa tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselematan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Saya akan menguraikan pemikiran Beliau tersebut dan apa peran guru untuk mewujudkannya. Uraian saya ini bukan berdasarkan hasil riset, melainkan berdasarkan literasi saya pada beberapa literatur kependidikan dan pengalaman empiris.

Pemikiran Beliau tentang tujuan pendidikan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, menyiratkan bahwa:

1. Guru memiliki peran "menuntun". Dalam KBBI, menuntun berarti 1) membimbing dengan menggandeng tangan, dan 2) menunjuk (mengarahkan) ke jalan yang benar. Berdasarkan terminologi tersebut, guru berperan membimbing dan mengarahkan dengan hati dan sepenuh hati anak-anak (peserta didik) kepada cita-cita sesuai dengan kompetensinya. 

Guru seyogianya menggandeng tangan anak-anak dan mengarahkan mereka ke masa depan yang lebih baik. Pembaca tentu sepakat dengan saya, bahwa makna menggandeng tangan adalah mengarahkan kepada tujuan hidup yang lebih baik. Tidak "dilepas" setelah mengajar, tetapi dipantau dan dibimbing terus. Jika anak-anak melakukan kekeliruan atau tidak menyelesaikan tugas belajar, maka tuntunlah mereka, bimbinglah agar mereka bisa bersikap baik dan menyelesaikan tugas.

2. Frasa "segala kodrat" dalam pemikiran Beliau adalah sifat asli atau sifat bawaan. Anak-anak adalah individu yang unik, dengan sifat asli berbeda-beda. Guru harus benar-benar tabah menghadapi sifat anak yang berbeda-beda. 

Guru harus "masuk" ke alam sifat bawaan anak-anak. Bukan sebaliknya, guru yang meminta anak-anak mengikuti sifat baik sesuai kemauan guru. Manusia adalah makhluk mulia dan membawa sifat kebaikan. Hal tersebut adalah kodrat yang Allah swt berikan bersamaan individu tersebut dilahirkan. Karena setiap manusia yang lahir, telah berjanji dengan Allah swt ketika mereka masih berada di alam rahim Sang Ibu.

3. Frasa mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya adalah puncak harapan semua manusia. Keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Makna kata setinggi-tingginya, tidak ada lagi yang paling tinggi setelah kata tersebut. Menurut saya, strategi membentuk karakter baik sang anak mulai dari usia PAUD dan SD akan menentukan keselamatan dan kebahagiaan mereka. 

Dalam rentang usia tersebut, terekam baik segala hal yang mereka terima dan mereka lihat. Maka tugas guru adalah menghargai individu, mengarahkan sikap baik, menanamkan nilai-nilai agama, mengajarkan membaca al-Quran (bagi muslim), membangun motivasi dan afirmasi. Hindari memberi stigma negatif kepada anak-anak.

4. Manusia dalah makhluk monodualisme, yaitu sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Anak-anak, kita arahkan untuk hidup dalam konteks dia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Tugas guru mengarahkan mereka untuk menghargai diri sendiri, mengembangkan semua potensi yang dimiliki, saling menghargai, tolong menolong, berempati, berbagi, berkomunikasi yang baik dan efektif serta konsep nilai kehidupan sosial lainnya.

Allah swt tidak menciptakan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Nya. Filosofi Ki Hajar Dewantoro, adalah hasil pemikiran dan perenungan Beliau, betapa pentingnya pendidikan yang dapat menghantarkan anak-anak (dan kita sekalian) kepada keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya. 

Pembaca setuju dengan saya, bahwa keselamatan dan kebahagiaan yang dimaksud adalah dalam puncak kenyamanan hidup yang hakiki. Dan apabila prosesnya kita jalani dengan ihlas, maka semua pekerjaan menuntun anak-anak yang dijalankan oleh Sang Guru akan bernilai ibadah.

Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun