Mohon tunggu...
sofyan aziz
sofyan aziz Mohon Tunggu... Pendidik -

Esais dan pendidik tinggal di Rembang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendidik Itu Indah Sodara!

4 Maret 2019   10:20 Diperbarui: 4 Maret 2019   10:53 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kisah perundungan di dunia pendidikan seakan terus saja bergulir, semakin membesar laksana puncak gunung es.

Masih hangat kasus Nur Khalim dari Gresik sang guru honorer, ya masih hangat-hangat tai ayam karena ingatan kita sebagai manusia Indonesia terlalu pendek untuk menostalgiakan suatu peristiwa, paling lama  sebulan hilanglah peristiwa ini dari bumi pemberitaan, apalagi ada lahan atau unicorn yang lebih menggigit dan ratingable dan berpotensi menjadi newsmaker baru.

Tindak kekerasan dalam rumah tangga pendidikan, baik kekerasan fisik maupun psikis sudah seperti bawang goreng dalam masakan, kayaknya nggak asik kalau nggak ada. Apa benar begitu ?

Bila pada suatu ketika ada siswa ngajak duel gurunya dan gayungpun bersambut, lantas guru dan murid sparing partner duel di ring terbuka, apa mesti begitu ?

Ataukah sebaiknya para calon guru dibekali dengan materi bela diri gituh pas waktu zaman kuliah dan dimasukkan sebagai SKS khusus syarat kelulusan, Kan gak lucu jika suatu masa ada siswa yang nantangin ngajak duel lalu gurunya terus ayok aja. Apa begitu maumu, ya tentu saja tidak Sutinem.

Kalau kata Yuval Noah Harari, insting mempertahankan diri makhluk hidup itu sudah ada dari sononya, tapi manusia berkembang sesuai dengan konteks zamannya masing-masing, dan dalam konteks kekinian solusi kekerasan untuk mempertahankan hidup secara naluri saat ini harus dihindari.

Teringat kata Bang Napi, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat, tetapi karena ada kesempatan, waspadalah waspadalah.

Iya, waspada. Waspada yang dilandasi dengan sikap positive thinking tentu saja. Falsafah jawa mengatakan eling lan waspada. Selalu ingat siapa diri kita, pandai memposisikan diri dan waspada dalam segala situasi dan kondisi, luwes dalam menghadapi suatu permasalahan.

Fenomena kekerasan di sekolah memang seolah telah menjadi semacam 'budaya' kebangsatan bagi kita, ia telah menjelma sebagai antitesis budaya ketimuran kita yang katanya adiluhung ini, lemah lembut, sopan santun, dan saling toleran.

Kalau kita mau melirik posisi guru zaman now dari sisi psikis, maka menjadi serba salah atau ambigu sebab di satu sisi ia harus menjalankan fungsi mendidik sesuai dengan tugas profesionalnya, tetapi di sisi yang lain ia tetaplah manusia biasa yang juga bisa dihinggapi nafsu dan angkara murka.

Seorang pendidik dituntut untuk menguasai materi pelajaran dan mampu menyampaikan materi sesuai kaidah kurikulum kepada anak didiknya dengan tuntas, disamping itu ia juga harus mumpuni dalam interaksi sosial maupun kualitas kepribadian. Secara teknis hal ini disebut sebagai kompetensi guru.

Menurut Pakdhe Puthut, tugas mendidik itu bukan hanya guru saja, tapi orang tua dan lingkungan juga harus berperan aktif. Ingat lho, ini tugas bersama kita sebagai sebuah proyek warisan masa depan.

Maka ketika sang guru sudah siap lahir batin untuk ngajari anak-anaknya menjadi orang bener dan pener, ya orang tuanya juga harus siap lahir batin juga dalam mengambil celah ikut berperan mendidik anaknya sendiri.

Pendidikan itu tujuan akhirnya membentuk kebiasaan-kebiasaan yang baik atau sederhananya kita sebut membentuk budaya baik. Budaya itu indah, sehingga dapat tercipta suatu masyarakat ideal yang semuanya bersepakat untuk sama-sama mencintai keindahan.

Ki Hajar Dewantara, founding fathers pendidikan kita telah menuliskan bahwa masyarakat ideal itu adalah suatu kondisi dimana para anggotanya dapat saling menjamin keselamatan dan kebahagiaan satu dengan lainnya.

Maka malulah kita jika tidak bisa mewujudkan cita-cita beliau, marilah kita saling toleran dan menerima keadaan dengan tetap menjamin hak dan kewajiban masing-masing.

Kita maknai pendidikan sebagai sebuah kebutuhan, bukan hanya berhenti pada kewajiban dan tuntutan-tuntutan yang menegangkan. Kita butuh anak kita menjadi manusia seutuhnya, yang pintar lagi santun, begitu.

Atau barangkali kita perlu berkomedi terhadap kenyataan pahit ini, ambil lucunya saja  untuk sekedar melemaskan otot, setel kendo atau selow saja, yakin deh pasti beres itu masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun