Â
Bicara soal isu keamanan manusia memang tak ada habisnya. Apalagi masalah tersebut menyangkut khalayak hidup banyak orang. Pencemaran udara misalnya, sebagai eksternalitas negatif, masalah satu ini memang harus dapat perhatian lebih dari publik. Gimana tidak? Udara merupakan dukungan kritis bagi kehidupan. Bukan hanya manusia, udara juga krusial bagi hewan dan tumbuhan.
      Dalam level global, salah satu komponen kuat penyebab pencemaran udara dan krisis iklim adalah emisi karbon. Saking berbahayanya, negara-negara di dunia sepakat mengurangi emisi karbon bersama melalui banyak perjanjian dan konferensi internasional, mulai dari;  Protokol Kyoto, Paris Agreement, hingga Copenhagen Conference, tak terkecuali Indonesia. Data dari World Resources Institute menyatakan: Indonesia menduduki urutan ke-6 dari 10 besar negara penghasil emisi karbon di dunia. Maka dari itu, dalam 20 tahun terakhir Indonesia bersedia untuk ikut serta melawan pencemaran udara dan krisis iklim.
    Di luar Protokol Kyoto dan Paris Agreement, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen terhadap konferensi perubahan iklim Kopenhagen untuk mengurangi emisi karbon 26% BAU (Business As Usual) salah satu kebijakan yang dapat digunakan adalah Carbon Tax. Dimana negara-negara memasukkan biaya penarikan untuk karbon dioksida pada pengiriman internasional dan tiket pesawat (pajak karbon) serta retribusi atas transaksi keuangan internasional, yang kita kenal sebagai Pajak Robin Hood.
     Secara sederhana, Carbon Tax adalah pajak yang dikenakan pada penggunaan bahan bakar berbasis karbon, seperti produk olahan yang menggunakan bahan bakar fosil minyak, gas dan batubara. Intinya, peran Carbon Tax yaitu sebagai penegakan hukum pemerintah yang bertujuan dalam mengurangi emisi karbon saat ini.
     Berdasarkan jurnal yang berjudul Pajak Karbon: Perbaiki Ekonomi dan Solusi Lindungi Bumi. Carbon Tax telah banyak diterapkan oleh negara lain dan kebijakan tersebut dianggap efektif dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan. Negara yang pertama kali menerapkan Carbon Tax adalah Filandia pada tahun 1990, Keberhasilan Finlandia dalam mengurangi emisi karbon kemudian diikuti oleh Selandia Baru yang mulai menerapkan Carbon Tax pada tahun 2005. Selanjutnya beberapa negara lainnya juga mulai menerapkan Carbon Tax diantaranya Irlandia (2010), Jepang dan Australia (2012), Inggris (2013), Chili (2014), Portugal (2015), kemudian China (2017).  Di wilayah Asia Tenggara, Singapura pun tidak mau ketinggalan dan mulai memberlakukan Carbon Tax pada tahun 2019.
 Manfaat dari Carbon Tax tidak lain untuk mengendalikan tingkat emisi gas rumah kaca.  Pertama, Carbon Tax akan menyebabkan orang atau pengusaha beramai-ramai melakukan efisiensi energi dalam penggunaan energi terbarukan, hingga inovasi teknologi yang membuat lebih sedikit emisi karbon. Ini berarti bahwa emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akan turun secara sektoral dan kemudian di tingkat nasional.
Kedua, Carbon Tax akan membuat pendapatan baru di negara ini. Semua hasil pajak hanya akan diterima oleh negara, tetapi beberapa akan dikembalikan kepada pembayar pajak dengan konsep "Feedback Taxes".
Ketiga, Peningkatan ekonomi pada sektor yang justru dikenakan pajak. Yang mana Carbon Tax kemudian sebagian besar dananya digunakan sebagai subsidi, kegiatan peningkatan kapasitas, sampai upaya-upaya pengembangan teknologi bersih untuk sektor yang sama dengan objek pajaknya.
Keempat, Carbon Tax berarti  juga akan menghemat keuangan negara dalam Pembinaan dan Pengembangan Industri teknologi karena secara otomatis mereka akan membiayai sendiri. yang mana Carbon Tax ini Prinsipnya adalah siapa yang menghasilkan.Â
Kelima, Untuk pencegahan perubahan iklim. Dimana Carbon Tax dibuat untuk secara langsung mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cara mengenakan pajak atas emisi yang dikeluarkan oleh satu instalasi, pabrik, industri, gedung, atau sumber emisi yang lain yang besarnya ditentukan oleh regulator yang biasanya dilakukan oleh pemerintah (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) keuangan negara untuk pembinaan industri dan pengembangan teknologi karena otomatis mereka akan membiayai dirinya sendiri.
     dikutip dari jurnal yang diterbitkan oleh Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan 2016 , Ada dua alternatif yang memungkinkan untuk digunakan oleh Indonesia, diantaranya :
Alternatif yang pertama adalah bahwa pendapatan Carbon Tax akan ditambahkan pada anggaran dan dapat digunakan ketika pemerintah menilai sudah tepat untuk melakukan distribusi. Lebih detailnya lagi, strategi yang dapat digunakan adalah pendapatan terdistribusi untuk membantu proses reformasi pajak lingkungan dan membantu meringankan dampak regresif kenaikan harga, karena Carbon Tax (jika terjadi) pada rumah tangga dan industri berupa pengurangan pajak yang lain secara proposional, sehingga tingkat pertumbuhan pajak  yang lain tetap terjaga.
Alternatif kedua adalah menggunakan bagian dari pendapatan untuk menciptakan perubahan pada ekonomi Indonesia rendah karbon. Ini dapat dilakukan dengan salah satu dari mereka mengalokasikan pendapatan dalam penelitian dan pengembangan terkait inovasi energi dan pengurangan GRK. Selain itu, dukungan untuk investasi dalam efisiensi energi, seperti investasi dalam teknologi terbarukan, investasi transportasi publik melalui biofuel dan teknologi kendaraan listrik juga diperlukan untuk mendorong penurunan konsumsi energi dan emisi karbon.
     Mekanisme dalam implementasi kebijakan Carbon Tax yaitu untuk mengatasi eksternalitas negatif emisi karbon di Indonesia dengan mempertimbangkan daya saing, penciptaan penerimaan publik, biaya administrasi dan kepatuhan. Eksternalitas negatif emisi karbon adalah masalah yang dibagikan baik di Indonesia maupun di dunia global. serta Indonesia juga harus mencoba mengatasi permasalahan ini.
    Atas permasalahan tersebut, maka penerapan Carbon Tax sangatlah penting. Carbon tax tepat digunakan untuk mengubah perilaku masyarakat dari yang tinggi emisi menjadi masyarakat yang rendah emisi.  Carbon Tax memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia tetapi sejauh ini, kendala pemberlakuan penerapan Carbon Tax adalah tidak adanya peraturan yang mendasari kebijakan tersebut.
Jika Carbon Tax ini diimplementasikan di Indonesia tentu akan berdampak baik terhadap ekosistem bumi yang kita pijak, Carbon Tax memiliki dampak yang baik pada pendapatan negara dan peningkatan sektor ekonomi untuk jangka panjang serta dapat menaikan citra Indonesia di mata dunia karena telah peduli terhadap lingkungan.
Selain itu, Carbon Tax sebagai pendorong Indonesia untuk tidak bergantung pada bahan bakar fossil dan kemudian dapat menggantiya dengan bahan bakar terbarukan dan lebih ramah lingkungan. Hasil dari pendapatan Carbon Tax sebaiknya dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan masyarakat dan perbaikan lingkungan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI