Jika mendengar kata Kanker Serviks, tentu yang terlintas di pikiran kita adalah penyakit ganas pada organ reproduksi perempuan atau yang dikenal dengan serviks yang akan berujung pada kematian penderitanya. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mencatat jumlah penderita kanker serviks di dunia saat ini mencapai 570.000 perempuan dengan jumlah kematian mencapai 311.000 kasus. Ironisnya, Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang kasus kanker serviks terbanyak.
Dikutip dari pernyataan seorang dokter Onkologi-Ginekologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yaitu Prof. Dr. dr. Laila Nuranna, Sp.OG (K) bahwa setiap satu jam ada satu perempuan Indonesia yang meninggal akibat kanker serviks. Sungguh, betapa mengerikannya penyakit ini. Namun, meskipun mematikan kanker serviks berbeda dari jenis kanker lainnya karena sangat mudah dideteksi dan diobati dengan tingkat kesembuhan mencapat 100%.
Berikut fakta tentang kanker serviks:
- Penyebab kanker serviks telah dikehatui secara pasti yaitu Human Papilloma Virus (HPV) sehingga sangat mungkin untuk dicegah melalui vaksinasi
- Kanker serviks dapat disembuhkan jika ditemukan pada fase lesi prakanker serviks melalui upaya deteksi dini dan pengobatan yang tepat
- Deteksi dini dan pengobatan lesi prakanker memanfaatkan cuka
Cuka dapur
Siapa yang tak kenal dengan cuka dapur ? Cuka dengan nama ilmiah Asam Asetat merupakan cairan kecut penggugah selera makan yang mudah ditemukan di warung kelontong atau warung bakso. Meskipun harganya tergolong murah, namun siapa sangka manfaatnya sangat besar. Dengan konsentrasi 5% cuka dapur mampu menunjukkan tampilan lesi prakanker serviks. Fakta ini menjadikan cuka dapur sebagai salah satu senjata dalam upaya pencegahan kanker serviks melalui program deteksi dini kanker serviks yang dicanangkan Pemerintah Indonesia. Metode deteksi dini ini dikenal dengan nama Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) yang pelaksanaannya merupakan rekomendasi dari WHO serta telah melalui serangkaian uji klinis.
Sejak dicanangkan tahun 2008, layanan IVA telah tersedia diseluruh pelosok negeri baik di perkotaan maupun pedesaan dan menjadi andalan dalam upaya deteksi dini kanker serviks. Bagaimana tidak, seorang perempuan hanya perlu menunggu 1-2 menit untuk mengetahui keberadaan lesi prakanker pada serviksnya setelah diolesi cuka ini. Selain itu biaya yang dikeluarkan relative lebih murah dibandingkan dengan metode deteksi dini kanker serviks lainnya. Bahkan pada Pusat Kesehatan milik pemerintah, loyanan IVA diberikan secara gratis.
Trichloroacetic Acid (TCA)
Setelah ditemukannya lesi prakanker serviks pada program deteksi dini, maka tahap pencegahan kanker serviks selanjutnya yaitu pengobatan yang tepat. Saat ini, Pemerintah telah mengatur pengobatan untuk lesi prakanker serviks yaitu dengan metode krioterapi, namun pada pelaksanaannya, krioterapi sering kali menemui kendala baik dari ketersediaan tenaga medis terlatih maupun ketersediaan alat dan bahan seperti gas N2O yang harganya cukup mahal dan hanya tersedia di kota-kota besar. Ukuran probe yang terbatas dan tidak dapat menjangkau lesi prakanker serviks yang luas menjadi kendala lain dalam pengobatan metode ini. Â Sehingga pakar-pakar di dunia mencari metode pengobatan alternatif yang dianggap lebih mampu laksana. Lagi-lagi, memanfaatkan cuka yang dikenal dengan Trichloroacetic Acid (TCA).
Bagi perempuan yang sering melakukan perawatan peeling pada wajahnya tentu tidak asing lagi dengan pengolesan cuka pada wajah. Tapi bahannya serupa namun dengan konsentrasi yang berbeda. TCA yang digunakan untuk pengobatan lesi prakanker lebih pekat yaitu sekitar 85%. Â Waktu pengobatan juga relative lebih singkat. Hanya dalam 2-3 menit perempuan dengan lesi prakanker serviks dapat segera pulang. Dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh dr. Herdana, Sp.OG (K) sebesar 97,2% dari seluruh perempuan dengan lesi prakanker serviks yang mendapatkan pengobatan TCA mengalami konversi negative atau dapat dikatakan sembuh dari lesi prakanker serviks.
Saat ini, IVA dan TCA tengah menjadi pilihan layanan deteksi dini dan pengobatan yang paling banyak disediakan oleh tenaga medis di kliniknya. Sebut saja Bd. Udur Diana Tumanggor, S.ST yang merupakan mahasiwi STIKES Dharma Husada Bandung telah melakukan IVA kepada lebih dari 50 perempuan dan TCA kepada 2 perempuan dengan lesi prakanker meskipun belum lama dilatih. Beliau mengaku percaya diri dalam melakukan IVA dan TCA. Hasil observasi juga menyatakan bahwa hasil Iva perempuan dengan lesi prakanker serviks menjadi konversi negative. Beliau berpesan agar perempuan di Indonesia tidak takut untuk melakukan deteksi dini dan pengobatan karena lesi prakanker serviks dapat diobati melalui metode yang sederhana dengan tingkat kesembuhan yang cukup tinggi.