Berikut ini adalah serangkaian HASIL SURVAI yang menyatakan bahwa ARGUMENTASI PEMERINTAH yang menyatakan bahwa SUBSIDI BBM TIDAK TEPAT SASARAN karena dinikmati oleh KELOMPOK MENENGAH KE ATAS adalah TIDAK BENAR.
- Data Susenas BPS menunjukkan bahwa 65 persen bensin ternyata dikonsumsi oleh masyarakat kelompok miskin dan menegah bawah (tergambar di BAGAN). Termasuk di dalamnya (29 persen) dikonsumsi oleh kelompok miskin. Sebagaimana data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, dari pengolahan data Susenas BPS, diperoleh bahwa ternyata sebanyak 64 persen bensin dikonsumsi oleh rumah tangga dengan pengeluaran kurang dari US$ 8 per hari atau kurang dari US$ 2 per kapita hari. Sementara kelompok rumah tangga menengah atas dan kaya, atau rumah tangga dengan pengeluaran US$ 40 ke atas hanya mengkonsumsi 8 persen dari seluruh bensin.
- Dengan demikian dapat simpulkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang mengunakan bensin adalah rumah tangga miskin dan menengah bawah.
Oleh karena itu, dapat DISIMPULKAN bahwa:
“subsidi BBM ternyata lebih banyak dinikmati oleh kelompok menengah bawah. Sangat berbeda dengan klaim PEMERINTAH bahwa 77 persen subsidi BBM dinikmati oleh 25 persen kelompok rumah tangga tertinggi.”
Bagan 1: Konsumsi BBM Bersubsidi Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga
- Klaim PEMERINTAH bahwa subsidi BBM TIDAK TEPAT SASARAN karena sebagian besar dikonsumsi oleh pemiliki KENDARAAN RODA EMPAT atau MOBIL juga TIDAK BENAR. Hal ini bisa dibuktikan dengan Hasil Survai bahwa ternyata:
Pengendara Sepeda Motor pengguna BBM Subsidi
64%
Pengendara MOBIL pengguna BBM Subsidi
36%
Dokumen Bank Dunia tentang skenario pengurangan subsidi BBM menunjukkan bahwa dari total bensin premium yang dikonsumsi oleh rumah tangga, 64 persennya dikonsumsi oleh sepeda motor. Sedangkan untuk mobil hanya 36 persen.Mengingat sebagian besar pemilik sepeda motor adalah masyarakat kelas menengah ke bawah, MAKA berarti selama ini bagian terbesar subsidi bensin premium (64 persen) dikonsumsi oleh kelompok kelas menengah dan bawah, bukan oleh kelompok kaya. ASUMSI PEMERINTAH BAHWA JIKA HARGA BBM SUBSIDI Tidak DINAIKKAN MAKA DEFISIT ANGGARAN MELEBIHI BATAS 3% ADALAH TIDAK BENAR. Menurut argumentasi Pemerintah:
- Jika BBM tidak dinaikkan, defisit APBN akan mencapai 3,6 persen (melampaui batas maksimal defisit anggaran sebesar 3 persen yang diamanatkan UU Keuangan Negara). Dalam Penjelasan Pasal 12 ayat 13 pada UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa “defisit anggaran perlu dibatasi maksimal 3 % dari Produk Domestik Bruto (PDB).
BERIKUT ADALAH ARGUMEN YANG MEMATAHKAN ASUMSI PEMERINTAH TERSEBUT: Menurut Ringkasan Perubahan RAPBN-P 2012:
- Jika Harga BBM Subsidi NAIK sebesar Rp 1.500 per liter maka Defisit Anggaran mencapai 2,23%.
- Jika Harga BBM Subsidi TIDAK NAIK maka Defisit Anggaran sebesar 2,6%.
- Jika digabung dengan rata-rata Defisit Anggaran APBD Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota yang > 0,5 % maka Pemerintah mengasumsikan DEFISIT ANGGARAN APBN mencapai = 2,6 % + ( > 0,5% ) = lebih dari 3,1 %