Memang, Pak Harto bukan sosok yang tak memiliki cacat politik. Tapi jika mau jujur: adakah para politisi yang benar-benar tak memiliki cacat politik? Bahkan, tokoh seideal HOS Tjokroaminoto pun dituding punya cacat politik oleh para aktivis Sarekat Islam kiri. Ya, mereka menuduh Tjokroaminoto tak bisa mempertanggungjawabkan keuangan organisasi.
Betul, bahwa fakta Pak Harto dan para kroninya menjadi begitu bergelimang rupiah dan harta patut dicurigai sebagai hasil penyelewengan kekuasaan selama 32 tahun. Tapi, janganlah juga kita menafikan jasa-jasanya membangun stabilitas politik dan ekonomi selama ia memimpin.
So, apa poin dari celoteh tak penting ini?
Begini, jika sebagai jelata aku ditanya apakah Pak Harto layak jadi Pahlawan Nasional. Aku akan menjawab: Ya, aku tak keberatan tapi ndak usah dipaksakan sekarang. Biarkan luka-luka rakyat yang merasa pernah terzalimi Pak Harto mereda sakitnya.
Nah, biar adil. Tunda pula rencana penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional bagi Bang Ali Sadikin dan Gus Dur. Biarkan pula jasa-jasa mereka mengendap sesaat. Ibarat anggur, semakin lama disimpan semakin oke punya, kan?
Mungkin, sikap seperti ini naif. Ya, biarlah begitu. Toh, setiap orang boleh berbeda pendapat, bukan?!? Yang jelas, bagiku sekarang Pak Harto bukan Abu Lahab. Ia adalah orang yang pernah berjasa bagiku. ©
Juga kutulis di sini: kalipaksidotcom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H