Mohon tunggu...
Sofwan Ardyanto
Sofwan Ardyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pernah kuliah di jurusan planologi, pernah jadi wartawan, pernah bekerja sebagai copywriter tetapi kini mengelola sebuah bisnis pemrosesan kopi dan kedai kopi di jabodetabek.

Pernah kuliah di jurusan planologi, pernah jadi wartawan, pernah bekerja sebagai copywriter tetapi kini mengelola sebuah bisnis pemrosesan kopi dan kedai kopi di jabodetabek.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Catatan dari Pesta Blogger 2009

26 Oktober 2009   01:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:32 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pesta-blogger-2009-logo-300x182

SMESCO riuh oleh manusia-manusia narablog--istilah blogger yang telah diindonesiakan. Tua muda. Laki-laki juga perempuan. Mereka hilir mudik, kemudian duduk teratur. Mereka hening, kemudian tak terkendali. Sebagian mencari jati diri, sebagian lagi tak peduli dengan jati diri.

Di sana ada Tifatul Sembiring, meski hanya sejenak, mengutip pantun Raja Ali Haji. Ada Prita Mulyasari, yang sempat berkaca-kaca matanya, bak etalase kepedihan yang terbagi. Ada Panji Pragiwaksono, yang dengan giras nge-rap lalu berbicara tentang kesaktian: kata, kalimat, dan bahasa. Ada narablog mancanegara, yang diperkenalkan ke sana-kemari. Ada selebritas blogger, yang sibuk menjadi panitia, juga yang menjadi undangan: sebagian menjadi orang biasa, sebagian menikmati keselebritasannya. Ada kebhinnekaan di sana...

Sebagai blogger jelata, di antara riuh rendah itu, saya teringat kalimat Mas Goenawan Mohamad, tentang gotong royong postmodernisme yang diperankan para manusia internet, khususnya para blogger. Mas Goen bahkan merasa terbantu ketika ia perburuannya atas sebuah skrip sajak Toto Sudarto Bachtiar menemui jalan buntu; tapi justru ia temukan di internet. Sajak itu diunggah oleh seorang narablog.  Tak berlebihan jika kemudian ia abadikan peristiwa itu dalam sebuah catatan pinggirnya: Berbagi. Di sana, ia menulis begini:

... saat itu pula terpikir oleh saya: seseorang telah berbuat baik dengan mengunggah sajak itu ke alam maya... (GM)

Dalam catatan pinggir itu, ia juga menulis:

.... ada semacam gotong-royong postmodern: tak ada yang memerintahkan, tak ada pusat komando, tak ada pusat, dan tak ada perbatasan yang membentuk lingkungannya. Masing-masing orang memberi sesuai dengan kemampuannya. Yang diberikan adalah informasi, yang didapat juga informasi.... (GM)

Saya tertarik dengan ungkapan tentang kutipan kedua. Dan itu saya saksikan ketika birokrasi protokoler tumpul ketika Tifatul Sembiring dengan mudah dijangkau para narablog hari itu. Tak ada orang-orang berseragam safari yang mencoba menghalau kerumunan blogger di depan Tifatul yang duduk di barisan VIP. Mereka asyik memotret sang Menteri. Bahkan, ada yang supernarsis mendekat sehingga bisa terabadikan oleh rekan-rekan sesama blog. Persis seperti kutipan Mas Goen. Komando tak berlaku di sana. Ada kemerdekaan di sana. Padahal, dalam sebuah program kunjungan, seorang Menteri biasanya terlindungi serentetan aturan protokoler.

***

Saya juga terkesan dengan Panji. Presenter yang naik daun setelah menjadi host tayangan "Kena Deh" ini belakangan asyik menjalani peran barunya sebagai rapper. Tapi bukan lagunya yang membuat saya terkesan. Tapi justru ketika ia berceloteh tentang 'kesaktian' kata, kalimat, dan bahasa. Ketiga hal itu adalah amunisi para blogger dalam beraktualisasi.

Meski terlalu agak melebar ke sejarah Perhimpunan Indonesia dengan buletin-buletinnya yang menyuarakan aspirasi Indonesia Merdeka, tapi Panji sepertinya berhasil memotivasi para blogger untuk tak berhenti menulis. "Indonesia teruslah menulis," pinta Panji. Yang membuat agak berlebihan (lebay) ketika Panji mengakhiri orasi selanya dengan sebuah pernyataan: Blogger adalah Guru Bangsa.

Blogger adalah bagian dari denyut nadi kehidupan Indonesia.  Yang saya dengar, Jum'at malam menjelang Pesta Blogger yang digelar Sabtu, sebagian blogger hadir dalam sebuah Muktamar Blogger di Jakarta. Mereka mengusung sebuah semangat tentang Blogging for Nothing.

Saya mencoba memahami alasan di balik semangat itu. Ketika aktivitas nge-blog semakin mudah; ketika siapapun bisa menjadi blogger, ranah blog semakin berwarna. Ada yang menjadikan blog sekadar sebagai diary, kumpulan tulisan ringan, hingga blog untuk tujuan politis dan ideologis.  Ranah blog yang tadinya ramah kini penuh dengan 'pertikaian kata-kata'. Bahkan, blog sudah dijadikan sebagai alat untuk saling menghina, alat permusuhan, alat provokasi, dan sebagainya. Mereka itu melakukan blogging for something--yang sayangnya bersifat parsial dan tidak universal., yang akhirnya mencederai semangat One Spirit One Nation, yang menjadi tema Pesta Blogger 2009.

Sepertinya, Blogging for Nothing adalah respon atas fenomena itu.

Gara-gara itu pula saya jadi penasaran dengan buku Mas Wicaksono alias Ndoro Kakung berjudul "Ngeblog Dengan Hati" yang belum sempat saya miliki. Tentang semangat buku itu, Ndoro Kakung pernah menulis di sini seperti ini:

Ngeblog memang tak mudah bagi semua orang. Tapi justru dengan melewati jalan yang sukar itu setiap blogger belajar. Menjadikannya mampu melewati setiap tantangan.

Barangkali saya terlalu naif, old fashioned, anakronistik, ndak sesuai zaman. Barangkali saya terlalu menyederhanakan masalah. Tapi ini masalah kredo, juga nurani.

Apa pun kata orang, buat saya ngeblog itu tetap dengan hati. Otak memang kita perlukan. Kecerdasan harus kita asah terus setiap saat. Tapi bukan untuk berdalih dan main akal-akalan. Menjadi smart blogger itu berarti mendayagunakan seluruh sumber daya yang kita miliki secara efektif dan efisien, tapi tetap menyandarkan diri pada hati nurani.... (Ndoro Kakung)

Akhirnya, terima kasih untuk rekan-rekan blogger yang masih setia bercengkerama dengan ranah maya, atas kesetiaan untuk tetap menulis. Seperti tag blog ini: Lebih Baik Menulis Daripada Tidak. note: artikel ini juga terposting di kalipaksidotcom

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun