Jika saja fans Madrid memang penggemar sepakbola, maka seharusnya mereka juga menyukai permainan Barcelona. Tanpa sedikitpun merasa perlu untuk melakukan blaming hingga pertikaian antar suporter yang sungguh memalukan. Kedua tim tersebut ada karena "Sepakbola". Dapat kita analogikan, jika para virus seperti Radikalis, Hardliner, Teroris memang manusia-manusia beragama, yang mengatasnamakan perbuatan mereka demi kecintaan terhadap Tuhan. Mengapa mereka mengotori tanganya dengan darah pemeluk Agama lain ?
Parodi lucu lainya, ketika seorang pemuka Agama yang disegani oleh orang-orang disekitarnya yang sangat ingin mengenal Tuhan lebih dekat melaui dirinya justru menjerumuskan mereka menuju dogma pincang yang membenarkan peperangan terhadap Agama atau kelompok lain. Menghasut mereka, membisikan kebencian, amarah dan darah dengan iming-iming Surga. Sungguh jenaka, melebihi seorang skizofrenia.
Teramat kontradiktif, Apakah Agama yang menyerukan seperti itu ? Terdapat tendensi manusia beragama untuk dapat mengubah dan mengatur apa yang telah Tuhan suratkan hanya demi kepentingan pribadinya, rasa ingin diakui paling dikasihi oleh Tuhan. Manusia sangat senang untuk lupa bahwa Tuhan sendiri tidak mengkotakkan dirinya kedalam Agama.
Jika kita menyakini bahwa Tuhan Maha Adil, mengapa kita tidak adil terhadap apa yang telah ditetapkan oleh-Nya ? Tanpa memandang Agama, Ras , Suku, Simbol. Itulah sebenar-benarnya warna-warni ketetapan Takdir.
Tuhan tidak akan tebang pilih untuk siapa saja hak akan kasihNya. Manusia lah yang merasa dirinya telah menjadi makhluk yang paling dikasihi. Pada akhirnya hanya Tuhan yang berkehendak atas semua, bukan Aku, Kamu, Dia atau bahkan mulut berbusa orang-orang yang merasa dialah virus suci yang tanpa dosa menjudgmen dan menghardik manusia-manusia lainya. Miris nian melihat hal ini.
Tidak perlulah kita beragama secara alay, merasa paling benar hingga yang lain salah dan patut dimusnahkan, Agama tidak memobilisasi kehendak kejam nun picik atau bahkan kepentingan pencitraan.
Ketika tingkat keimanan seseorang semakin tinggi (di mata Tuhan) maka dengan sendirinya pola pikir dan ucap lakunya semakin jernih, menentramkan orang-orang disekitarnya. Saya rasa Tuhan lebih mencintai makhluknya yang mampu menghormati sesama, berilmu dan menggunakan hati nuraninya.