Mohon tunggu...
Sofi Taufiqur
Sofi Taufiqur Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Berbanggalah Mencari Harta yang Halal

22 Februari 2018   19:03 Diperbarui: 22 Februari 2018   19:07 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cari yang haram saja susah apalagi cari yang halal!"

Mencari harta dengan cara yang haram aja susah apa lagi dengan cara yang halal, Legalitas untuk mencari harta dengan cara-cara yang tak halal. Begitulah sebagian kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat. Khususnya, dalam urusan mencari rezeki, hanya sedikit yang mau peduli dengan rambu-rambu syari'at. Kita sebagai umat muslim yang beriman kepada Allah SWT haruslah mengikuti cara yang benar dalam agama untuk mencari nafkah karna Allah sudah menyediakan apa yang kita butuhkan di dunia ini. Dan Nabi Muhammad SAW juga telah mengajar kita untuk mencari harta dengan cara yang halal bukan dengan cara yang haram, tetapi masih banyak umat islam masih mencari harta dengan cara yang haram, padahal mereka tahu bahwa mencari harta dengan cara yang haram itu dilarang oleh Agama dan dilarang oleh Allah SWT. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah,yaitu pada hadits ke 2227 di jelaskan bahwa Etika Mencari Harta ialah:

"Dari Jabir bin Abdullah radhiyallohu'anhu berkata, Rosulullah Shallahu'alaihi Wasallam bersabda:

"Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas atau mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertaqwalah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram" (HR Ibnu Majah).

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah menjelaskan kepada kita dalam banyak hadits, urgensi mencari rezeki yang halal ini. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallalm bersabda (artinya):

"Tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian kepadanya. Dan tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke neraka, melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki kalian terhambat. Sesungguhnya, Malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati sanubariku, bahwa tidak ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezekinya. Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan cara yang baik. Jika ada yang merasa rezekinya terhambat, maka janganlah ia mencari rezeki dengan berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah di dapat dengan perbuatan maksiat". [HR Al Hakim dan selainnya].

Dan setelah kita mencari rezeki dengan dengan cara yang halal, kita di anjurkan memeriksa setiap rezeki yang telah kita peroleh. Kita harus bersiap diri dengan dua pertanyaan, dari mana harta itu diperoleh dan kemana dibelanjakan? Oleh karena itu, kita mesti mengambil yang halal dan menyingkirkan yang haram. Bahkan harta yang mengandung syubhat, hendaknya juga kita jauhi. Demikian pula hadits An Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'anhu Rasulullah Sallallahu'alaihi Wasallam bersabda yang (artinya) :

"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barang siapa yang menjaga diri dari perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia akan terjerumus kepada perkara haram". [Muttafaqun 'alaihi]

Rasulullah Shalallalhu'alaihi wasallam dan para Sahabat telah mencontohkan prinsip penting tersebut secara langsung. Betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka selalu memastikan dengan sungguh-sungguh, apakah rezeki yang mereka peroleh itu halal lagi baik, ataukah haram.

Mencari hartapun ada persyaratannya dalam islam Seseorang yang akan mencari nafkah, baik sebagai pedagang, pekerja upahan, pegawai atau profesi lainnya, hendaklah memperhatikan dua perkara penting berikut ini:

Pertama: Ilmu.

Berilmu sebelum berkata dan berbuat ini adalah prinsip yang sudah disepakati bersama. Namun dalam prakteknya, prinsip ini hanya tinggal prinsip. Berapa banyak orang-orang yang menganut prinsip ini, justru melanggarnya, apalagi orang-orang yang tidak mengetahuinya.

Demikian pula dalam masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa saja yang wajib dia ketahui berkaitan dengan amalan yang akan dia kerjakan. Demikian pula, ia mesti tahu tempat-tempat larangan untuk berjual beli, misalnya di Mesjid. Seorang pedagang juga harus tahu barang apa saja yang dilarang diperjual-belikan. Misalnya, minuman keras, bangkai, daging anjing, babi dan lainnya. Semua itu hanya dapat diketahui dengan ilmu. Dan masih banyak lagi perkara lain yang berkaitan dengan larangan-larangan dalam jual beli yang harus diketahui seorang pedagang, baik menyangkut waktu, tempat, barang, etika dan tata caranya.

Kedua: Takwa

Takwa adalah sebaik-baik bekal. Pedagang, pegawai atau apapun profesinya harus memiliki bekal takwa. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm memuji pedagang yang jujur lagi bertakwa. Abu Sa'id Al Khudri RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW  bersabda yang (artinya):

"Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shiddiq dan para syuhada". [HR At Tirmidzi, Al Hakim, dan Ad Darimi]

Jadi, kejujuran dan amanah merupakan buah dari takwa. Demikian pula pegawai, harus berbekal takwa. Maraknya kasus-kasus korupsi, suap-menyuap, kecurangan, merupakan akibat hilangnya ketakwaan. Sehingga membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlap dunia. Sebagian orang ada yang berprinsip, carilah harta sebanyak-banyaknya meski dengan cara-cara yang haram, seperti korupsi, suap, penipuan, kecurangan dan lainnya. Nanti setelah terkumpul harta yang banyak, baru berbuat baik, bersedekah dan lain sebagainya. Prinsip dan anggapan seperti ini jelas salah. Sebab Allah maha baik dan tidak menerima, kecuali yang baik-baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun