Menurut laporan statistik databoks, tercatat 1,7 juta angka pernikahan di Indonesia sepanjang tahun 2022. Angka di tahun 2022 ini, menjadi angka terendah selama satu dekade terakhir, artinya, semakin ke sini masyarakat mulai menyadari pentingnya pernikahan yang dibarengi dengan kesiapan beberapa faktor.Â
Faktor tersebut di antaranya adalah, kesiapan ekonomi, kesiapan psikis, dan kesiapan fisik. Masalah yang masih ramai dibicarakan masyarakat akibat gagalnya sebuah pernikahan adalah kasus broken home akibat perceraian orangtua dan stunting akibat kemiskinan.
Dilansir dari website Siloam Hospitals, definisi stunting sendiri merupakan masalah kesehatan yang ditandai dengan kurangnya pertumbuhan tinggi badan pada anak akibat kurangnya asupan nutrisi yang baik.Â
Dikutip dari website alodokter, stunting tidak hanya menjadi masalah pertumbuhan fisik anak, tetapi juga mengganggu perkembangan otak, dan metabolisme tubuh.Â
Akibat dari kurangnya finansial keluarga, orangtua mengalami kesulitan biaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga mereka tidak bisa memberikan gizi yang baik bagi pertumbuhan anak-anaknya. Bahkan kerap kali kita menemui bagaimana anak-anak dari golongan ekonomi bawah tidak sekolah dan justru membantu orangtuanya bekerja.
Sedangkan broken home merupakan istilah dari Bahasa Inggris yang mengacu pada hilangnya keharmonisan rumah tangga atau istilah untuk menyebut keluarga yang tidak lagi hidup bersama. Kasus ini mengarah pada perceraian orangtua. Faktor perceraian bisa disebabkan oleh perselingkuhan pasangan, komunikasi yang buruk, dan finansial berantakan akibat enggan bekerja. Dalam tulisan ini, kita akan menyoroti faktor finansial.Â
Sebuah keluarga, perlu memiliki dukungan ekonomi yang stabil sehingga keberlangsungan hidupnya dapat berjalan dengan baik pula. Bukan berarti harus kaya raya, tapi hidup dengan cukup sangat diperlukan. Tindakan preventif untuk mencegah kenaikan kasus stunting dan broken home, perlu dilakukan. Dewasa ini, generasi muda mulai menyadari bahwa membentuk keluarga bukan hanya didasari perasaan saling cinta antar dua orang, tetapi lebih dari itu.Â
Persyaratan menikah di negara kita, sudah mewajibkan calon-calon pengantin untuk memiliki sertifikat kesehatan yang memadai. Salah satu tujuan dari kebijakan ini adalah menghindarkan calon keturunan dari penurunan penyakit berbahaya.Â
Akan tetapi, negara kita belum menerapkan kebijakan sertifikat kesiapan berumah tangga dan berketurunan, padahal nyatanya, masalah psikis jauh lebih berpengaruh bagi kelangsungan kehidupan berumah tangga. Meskipun sudah ada batasan minimal usia untuk menikah, tapi kesiapan calon pengantin tidak terjamin dari angka usianya.
Masih banyak pasangan yang menikah tanpa memiliki penghasilan. Lalu mereka memiliki anak, tanpa memiliki persiapan biaya sama sekali.Â
Salah satu kebijakan yang cukup ramai diperbincangkan sejak akhir 2022 lalu adalah revisi sertifikat kesiapan menikah. Generasi muda pengguna sosial media mulai menyetujui opini yang mengusulkan mengenai kebijakan sertifikat kesiapan menikah ini.Â