Tidak hanya antar negara yang membuat beda, satu negara saja juga bisa berbeda pendapatnya terkait manisan ini.
Salak yang saya larutkan dengan sirup gula ini, ada yang menyebutnya sebagai asinan. Karena ada cabenya.
Tapi saya dan banyak masyarakat Indonesia menyebutnya tetap manisan. Karena memang rasanya manis. Dan isinya hanya buah. Sedangkan asinan terdiri dari buah dan sayur.
Juga ada beberapa bumbu yang ada di asinan tapi tidak ada di manisan, seperti misalnya terasi.
Sedangkan kehadiran cabe di manisan ini dimaksudkan sebagai bentuk 'kreatifitas yang tidak melewati batas' saja. Biar tidak monoton taste-nya. Ada sedikit sensasi pedasnya.
Yah, inilah uniknya kita. Boleh memodifikasi makanan beraneka rupa. Karena memang tidak ada aturan baku bahwa manisan itu hanya terbuat dari bahan ini dan itu. Tidak boleh ada tambahan bahan lain.
Masyarakat kita begitu terbuka soal memodifikasi makanan. Berkreasilah sesukamu. Yang penting terasa enak di lidah.
Seperti halnya brownies. Jika merunut sejarahnya, yang disebut brownies itu standarnya ya American Brownies; kue coklat panggang yang bantat.
Ketika sudah sampai Indonesia, sebutan kue brownies memiliki wajah berbeda. Brownies yang sudah tersentuh kearifan lokal Indonesia tidak selalu dipanggang, tapi bisa juga dikukus dan  teksturnya lembut.
Ada beberapa pihak yang kurang setuju dengan penamaan kue yang katanya salah kaprah itu. Brownies ya harusnya dipanggang dan bantat. Sedangkan kue coklat yang dikukus jangan disebut Brownies tapi kue bolu coklat kukus.
Perdebatan itu terjadi di sebuah grup masak. Riuh rendah pro kontra tentang brownies itu menandakan betapa dinamisnya dunia kuliner kita.