Ayo Ke Malang…
Kabupaten Malang bukan hanya menawarkan deretan pantainya yang indah atau wisata kulinernya yang menggoyang lidah, tapi disini juga ada tempat untuk melakukan wisata edukasi tentang pengolahan sampah.
Jika Anda berlibur ke Malang, saya sarankan meluangkan waktu sejenak untuk mengunjungi TPA Talangagung yang ada di Kecamatan Kepanjen. Disini, sampah yang tampak hina ternyata bisa disulap menjadi energi terbarukan yang mampu ‘menghidupi’ ratusan Kepala Keluarga.
Sampah? Jijik, ah. Baunya pasti menyengat nan nggak enak. Hueks!
Jangan merasa mual dan ingin muntah dulu membaca postingan tentang sampah ini. Namanya memang TPA (Tempat Pengolahan Akhir) sampah, tempat bermuaranya segala jenis sampah yang ada di masyarakat, kecuali ‘Sampah Masyarakat’ XD Tapi begitu Anda berada di lokasi, kesan TPA yang kumuh, kotor dengan baunya yang aduhai itu seakan menguap.
[caption caption="Identitas Lokasi TPA"][/caption]
Dari gerbang depan sudah tampak bahwa tempat ini anti mainstream. TPA ini punya nama keren: TPA Wisata Edukasi Talangagung Kabupaten Malang. Orang yang pertama kali datang, pasti tidak percaya bahwa ini lokasi tempat berkumpulnya barang buangan manusia.
Di beberapa titik juga didirikan beberapa gazebo, tempat untuk melepas penat atau sekadar ingin duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan sekitar. Untuk pengunjung anak-anak, supaya acara wisata edukasinya berjalan menyenangkan juga disediakan beberapa permainan.
Mengapa harus ada permainan anak segala? Karena program pengelolaan sampah ini sifatnya berkelanjutan. Tidak hanya tentang penyediaan energi alternatif untuk generasi sekarang, tapi juga untuk generasi masa depan. Nah, anak-anak kecil itu yang nantinya akan melanjutkan perjuangan berkaitan dengan pengelolaan sampah. Sehingga proses belajar mereka tentang pengelolaan sampah menjadi energi alternatif harus dibuat senyaman mungkin.
Namanya tempat wisata edukasi, tentu faktor pembelajaran menjadi salah satu yang ditonjolkan. Maka tidak heran jika di tempat ini disediakan space khusus yang menyimpan informasi-informasi terkait TPA Talangagung dan pengelolaan sampahnya menjadi energi yang terbarukan.
Sejarah Singkat TPA Talangagung
Sebelum tahun 2008, sistem pengolahan sampah di Indonesia dilakukan secara terbuka atau Open Dumping. Sistem ini sering menimbulkan masalah baru. Munculnya bau yang tidak sedap dan menjadikan TPA sebagai sarang penyakit akhirnya sering menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat disekitar lokasi.
Sampai akhirnya, muncullah UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Dalam UU ini diamanatkan perubahan terkait pengelolaan sampah berwawasan lingkungan yang disebut dengan 3R (reduce, reuse, recycle). Konsep ini berbeda dengan pengelolaan sampah sebelumnya yang ‘hanya’ memakai pendekatan end of pipe atau Kumpul-Angkut-Buang.
Konsep 3R ini berusaha memaksimalkan potensi ekonomi yang dimiliki oleh tumpukan sampah, misalnya diolah menjadi energi alternatif. Selain itu konsep ini juga untuk menyelematkan lingkungan. Karena ternyata gas metana yang ada di tumpukan sampah yang membusuk apabila dilepas ke udara memiliki daya rusak yang luar biasa. Sebagai gambaran, 1 ton gas metana sebanding dengan 21 ton C02 yang dilepas ke udara.
Dari latar belakang ini, akhirnya mendorong Pemerintah Kabupaten Malang untuk melakukan inovasi ‘Waste to Energy’. Secara resmi, TPA ini berdiri tahun 2009 dan berada di area 2.5 hektar. Hingga hari ini, rata-rata TPA ini setiap hari menerima kiriman sampah 125 meter kubik.
Konsep ‘Waste to Energy’ mengusung ide memanfaatkan gas metana yang merupakan hasil residu sampah di TPA sebagai energi alternatif untuk masyarakat sekitar lokasi TPA.
Hasilnya?
Kini, sepanjang jalan menuju lokasi TPA akan dijumpai pipa yang terulur panjang ke rumah-rumah penduduk. Setidaknya ada sekitar 200 KK yang memanfaatkan gas metana dari TPA Talangagung sebagai bahan bakar untuk aktifitas rumah tangga.
Ada salah satu warga yang berada di sekitar lokasi TPA yang berjualan bakso. Setiap hari beliau memasak memakai 2 kompor dengan menggunakan gas metana dari TPA. Bayangkan, 2 kompor terus menyala dan gasnya gratis. Otomatis ini akan mengurangi biaya produksi yang harus dikeluarkan. Masih banyak contoh lain tentang besarnya manfaat yang didapat dari aliran gas metana yang dialirkan dari TPA Talangagung.
Memecahkan Rekor MURI
Pada tanggal 20 Oktober 2015 lalu, di lokasi TPA ini diadakan kegiatan pemanfaatan energi alternatif gas Metana secara serentak yang diikuti oleh 250 unit Rumah Tangga. Kegiatan ini berhasil memecahkan rekor MURI.
Proses Pengolahan Sampah Menjadi Energi Alternatif
Lantas, dimana lokasi pengolahan sampah menjadi energi alternatif di TPA ini?
Selain itu, untuk mengamankan lingkungan dari pencemaran akibat proses pengolahan sampah, di sekeliling TPA dibuat Green Belt atau sabuk hijau. Sabuk hijau ini terdiri dari deretan pepohonan yang memiliki fungsi sebagai penyaring air lindi serta menangkap gas CO2 akibat pengolahan sampah. Yang termasuk dalam green belt adalah pohon Trembesi, Jati, Sengon dan lain sebagainya. Dengan keberadaan green belt ini maka udara disekitar TPA tidak berbau.
Program ‘Waste to Energy’ yang dilakukan oleh TPA Talangagung bisa diterapkan di daerah lain. Ini memungkinkan karena dimana-mana ada sampah. Jika setiap kabupaten/kota menerapkan cara seperti yang dilakukan TPA Talangagung, maka ketergantungan terhadap sumber energi yang tidak terbarukan akan semakin mengecil.
Meski dibanding seluruh Keluarga di Indonesia, jumlah Kepala Keluarga yang memanfaatkan sumber energi alternatif masih terbilang kecil, tetap saja upaya subtitusi ini harus diapresiasi tinggi. Jika tidak menggunakan media sampah untuk menghasilkan sumber energi alternatif, banyak media lain yang bisa digunakan, misalnya panas bumi.
Pengembangan TPA Talangagung dan Peran Pertamina
TPA Talangagung terbilang sukses mengelola sampah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Akan tetapi kemajuan ini tidak boleh dibiarkan stagnan. Upaya pengembangan terutama dari sisi Research&Development harus terus dilakukan. Salah satunya dengan cara menggandeng Pertamina, perusahaan penyedia energi terbesar di Indonesia.
Dengan segenap sumberdaya yang dimiliki, Pertamina bisa menjadi faktor pendorong program 'waste to energy' menjadi semakin baik dan semakin meluas manfaatnya. Misalnya, salah satu masalah yang dihadapi oleh TPA Talangagung adalah belum terbentuknya sistem yang baik terkait pemilahan sampah antara yang organik dengan anorganik. Kondisi ini tentu membuat proses mengolah sampah menjadi lambat. Sedangkan SDM yang dimiliki oleh TPA Talangagung sendiri bisa dibilang terbatas. Pertamina bisa masuk ke segmen ini dan turut andil dalam menciptakan sistem memilah sampah menjadi lebih cepat, efektif dan efisien.
Selain itu, Pertamina juga bisa ikut turun tangan dengan memfasilitasi proses duplikasi model TPA Talangagung untuk diterapkan di berbagai daerah lain. Karena setiap daerah memiliki cadangan sampah yang besar dan semuanya bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif yang lebih bermanfaat.
Pada akhirnya, upaya apapun untuk mengganti sumber energi dari yang tidak terbarukan ke sumber energi alternatif akan meluas kemanfaatannya jika semua pihak bekerja sama sesuai posisi masing-masing.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H