Beberapa tahun lalu, eksistensi Alun-Alun Malang seperti antara ada dan tiada. Ruang publik yang berada di pusat peradaban warga Malang ini terkesan sepi dan asing meski penampakannya tidak bisa dibilang jelek.
Ada beberapa faktor yang membuat Alun-Alun Malang terkesan kurang menarik. Selain tidak adanya fasilitas yang sifatnya unik dan rekreasional yang bisa ditawarkan, juga karena banyaknya pengemis dan gelandangan. Ditambah dengan para pedagang asongan yang belum tertib. Sehingga muncul perasaan kurang nyaman ketika berkunjung kesana.
Belum lagi dengan keberadaan PKL yang berada di luar pagar alun-alun. Keberadaan mereka seakan menutup pintu akses orang yang akan berkunjung. Padahal, salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh ruang terbuka public adalah kemudahan masyarakat untuk mengaksesnya.
Fokus permasalahan disini bukan pada keberadaan pedagang asongan dan PKL nya. Karena adanya para pedagang itu bisa meningkatkan keejahteraan masyarakat kota melalui multiplier effect yang ditimbulkannya. Masalahnya ada pada penataan yang belum terorginisir dengan baik sehingga alih-alih mendukung daya jual alun-alun, yang terjadi justru sebaliknya, mereka mereduksi nilai jual alun alun itu sendiri.
Sebagai salah satu ruang publik, alun-alun memiliki fungsi penting. Selain sebagai tempat beraktifitas warga, keberadaan alun-alun juga bisa berfungsi sebagai image of the city. Dengan kondisi yang apa adanya seperti itu, bisa dipastikan alun-alun Malang tidak bisa diandalkan sebagai ikon kota Malang sebagai Kota Wisata.
Perjalanan panjang alun-alun Kota Malang yang terkesan tidak terurus akhirnya tiba pada sebuah fase perubahan. Perubahan ini diawali dengan adanya pergantian pemimpin di wilayah Kota Malang. Terpilihnya H.M Anton sebagai walikota Malang membawa angin segar untuk mengubah image alun-alun Malang menjadi lebih cantik.
Akhirnya setelah berbulan-bulan kawasan alun-alun Malang tertutup untuk umum, tepat pada 17 Juni 2015, alun alun Malang resmi dibuka dengan wajah barunya.
Penampilan baru alun-alun Malang sukses menyedot perhatian warga Malang. Jika dulu alun-alun terbilang sepi, sekarang tidak lagi. Tempat yang nyaman untuk bermain dan menikmati waktu senggang kini sudah ditemukan.
Selamat Datang di Alun-Alun Kota Malang
Sumber: www.idntimes.com
Dengan tetenger tulisan berwarna mencolok, oranye, yang kontras dengan suasana hijau di sekelilingnya, Alun-Alun Malang seakan siap menyambut pengunjung untuk menikmati fasilitas yang ditawarkan.
Banyak perbedaan yang dirasakan ketika mengunjungi alun-alun versi lama dan versi paska menjalani face off. Saat ini, Alun-Alun Kota Malang terasa lebih hijau, lebih modern dengan desainnya yang futuristik. Juga lebih humanis dan terlihat bernyawa.
Inikah gambaran ideal alun-alun sebagai ruang publik?
Tentu, untuk menentukan ideal tidaknya bukan perkara mudah. Apalagi untuk menilai ruang publik seperti alun-alun yang akan terus berkembang mengikuti jaman. Tapi, setidaknya dengan kondisi Alun-Alun Malang pasca direnovasi, kita bisa menganalisis ideal tidaknya terkait hubungannya dengan kebutuhan warga.
Untuk keperluan ini, saya memakai rujukan dari American Planning Association (APA). Setidaknya ada hal yang menjadi tolak ukur ruang publik disebut ideal atau tidak
1. Memfasilitasi terjadinya interaksi manusia dan kegiatan sosial lainnya
Hidup di kota yang padat penduduknya dengan rutinitas sehari-hari yang tergolong sibuk membuat warga Kota Malang rawan stress. Untuk mencegah ini, diperlukan media yang bisa meminimalisir potensi itu. Pergi piknik adalah salah satunya.
Sayangnya, tidak semua warga memiliki waktu dan kemampuan yang cukup untuk pergi piknik ke tempat-tempat mahal nan jauh. Solusinya adalah dengan mengunjungi tempat-tempat terdekat yang –kalau bisa- gratis. Alun-Alun Malang salah satu solusinya.
Kini, Alun-Alun Malang siap mengakomodir kebutuhan itu. Tersedianya space yang luas dengan hamparan rumput tebal dibawah pohon yang rindang sudah bisa menjadi tempat yang nyaman bagi warga untuk berintekasi dengan kerabat atau teman-temannya.
Selain itu, banyak tersedia space-space untuk permainan. Misalnya playground untuk anak-anak.
Juga ada space untuk menyalurkan hobi bermain skateboard bareng komunitas.
2. Aman, nyaman dan ramah pengunjung
Kriteria berikutnya adalah bahwa ruang public harus aman, nyaman dan juga ramah pengunjung. Kriteria ini bisa dipenuhi oleh Alun-Alun Malang. Misalnya keberadaan kursi-kursi cantik di berbagai sudut menambah kenyamanan pengunjung.
 Selain itu, alun-alun ini juga dibuat ramah pengunjung termasuk dari golongan difabel.
Jalan-jalan setapak dibuat dengan pola yang sederhana, tapi fungsional
3. Secara visual, desain dan arsitekturnya menarik.
Mengusung konsep ruang terbuka hijau yang modern dengan sentuhan futuristik, desain dan gaya arsitektur yang diusung oleh Alun-Alun Malang bisa dibilang cukup menarik.Salah satu daya tarik yang ditonjolkan di Alun-Alun Malang adalah keberadaan air mancur di pusat alun-alun. Jika Anda ingin melihat air mancur dengan penampilan terbaiknya, datanglah di malam hari. Anda akan menyaksikan fountain dance yang menajubkan.Â
Hal menarik lainnya jika Anda berkunjung kesana, Anda akan menemui instalasi payung. Deretan payung warna warni yang melayang di udara akan menambah semarak suasana. Ini mirip seperti yang ada di Otista Bandung. Hanya saja, di Malang kesannya lebih sejuk karena terhubung dengan pohon rindang
4. Mendororong terlibatnya komunitas masyarakat secara aktif
Untuk merenovasi alun-alun ini, dibutuhkan dana besar. Disini peran aktif komunitas masyarakat dibutuhkan. Akhirnya dengan menggunakan dana CSR-nya, BRI menggelontorkan dana sekitar 7 Miliar. Bisa dibilang, pembangunan alun-alun Malang ini berasal dari rakyat untuk rakyat. Dana CSR Bank BRI sendiri sejatinya dana yang berasal dari masyarakat juga.
Sebagai kompensasi, Bank BRI berhak mendisplay berbagai atribut yang berkaitan dengan perusahaannya. Di beberapa titik, kita akan menemukan identitas Bank BRI.
5. Merefleksikan nilai-nilai lokal dan budaya
Alun-alun Malang dibangun dengan konsep modern, futuristic dengan nuansa hijau. Menurut saya, poin yang kurang dalam renovasi alun alun ini adalah kurang kuatnya identitas Malang. Sebagai perbandingan kita tengok alun-alun Kota Batu. Yang terasa unik dan kental dengan ciri khas daerah Batu-nya adalah keberadaan bangunan berbentuk apel. Apel sendiri merupakan ikon Kota Batu. Orang dari luar Batu bisa merasakan eratnya identitas alun-alun Kota Batu dengan ciri khas Kota Batu itu sendiri.
Jadi, secara sederhana bisa dinilai bahwa Alun-Alun Kota Malang belum merefleksikan nilai-nilai local kota Malang secara kuat.
6. Memiliki sistem pemeliharaan yang baik
Ada sebuah kalimat bijak yang berbunyi: 'Yang sulit itu bukan membuatnya, tapi memeliharanya'. Ini juga berlaku untuk Alun-Alun Malang. Proses ganti wajah (face off) ini memang memakan biaya besar dengan waktu pengerjaan yang lama, sekitar 4 bulan dengan segala kesulitan dan kerumitan yang menyertainya.
Tapi yang menjadi PR justru ketika proses face off sudah selesei dan bisa dinikmati masyarakat luas. Bagaimana pihak pemerintah dan masyarakat bisa memelihara keindahan tempat ini? Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menyediakan tempat sampah. Keberadaan tempat sampah ini menjadi semacam hukum tidak tertulis: ‘Ayo, buang sampah pada tempatnya!’
7. Terjalin relasi yang baik dengan tetangga
Kalimat diatas adalah ungkapan. Bahwa bagaimanapun pembangunan ruang public harus terkait dengan ruang-ruang disekitarnya. Kebebasanmu dibatasi oleh ketidakbebasanmu. Ini adalah kata kata bijak yang cocok untuk menganalisis tentang public space ini. Meski alun-alun berungsi sebagai ruang publik, ruang yang digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, tapi tetap saja, keberadaannya tidak boleh menganggu kepentingan yang lain yang notabene dilakukan anggota masyarakat lainnya juga. Bahkan kalau bisa saling mendukung.
Disebelah barat alun-alun ada masjid jami’. Setiap perayaan hari besar Islam, jamaah yang sholat disana selalu meluber kemana-mana. Nah, salah satu bentuk mengakomodir kepentingan ‘tetangga’ adalah dengan dibuatnya shof sholat di alun-alun.
Sumber: halomalang.com
Â
Kesimpulan
Jika mengacu pada referensi dari American Planning Association, wajah baru Alun-Alun Malang sudah bisa dikatakan cukup ideal. Meski ada banyak kekurangan, tetap saja upaya pemerintah kota menghadirkan ruang public yang nyaman untuk warganya patut diapresiasi dengan sepenuh hati.
Beraneka ragamnya objek yang dihadirkan di Alun Alun Malang terasa sejalan dengan semangat Hari Habitat Dunia yang dicetuskan oleh PBB: ‘Public spaces for all’.
Keberadaan Alun-Alun Malang dengan wajah baru bisa menjadi contoh bagi perbaikan public space lainnya. Baik yang ada di lingkup Malang atau diluar area itu.
Referensi:
http://www.idntimes.com/erny/10-wajah-baru-alun-alun-kota-malang-ini-pasti-buat-kamu-pingin-mengunjunginya
http://radarmalang.co.id/februari-alun-alun-di-face-off-berkonsep-hijau-modern-1591.htm
https://www.planning.org/greatplaces/spaces/characteristics.htm
http://halomalang.com/news/-foto-seperti-ini-wajah-baru-alun-alun-merdeka-malang
http://www.cendananews.com/2015/09/alun-alun-kota-malang-dilengkapi.html
http://www.wisatajatim.info/kumpul-seru-bersama-keluarga-di-alun-alun-kota-batu/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H