Mohon tunggu...
Sofi YR
Sofi YR Mohon Tunggu... -

Writing is my passion.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Power Ranger dan Pelajaran Bahasa Indonesia

29 Agustus 2012   12:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:11 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"Kucing jadi power ranger?"

"Cinta ditolak dukun bertindak?"

"Hari gini nyalain laptop enggak bisa?"

Itulah hingar bingar yang terdengar di kelas saya saat pelajaran bahasa Indonesia beberapa waktu lalu. Anak-anak berkerumun di beberapa meja, saling melongokkan kepala dan berebut buku demi membaca paragraf-paragraf berisi sederet kalimat konyol. Tawa berderai menggema di sudut-sudut ruang sepanjang jam pelajaran.  Tak ada kantuk apalagi bosan. Bahkan, seorang teman saya yang sering tertidur di kelas, hari itu terus tertawa terpingkal-pingkal tanpa sedikitpun tergoda memicingkan matanya. Apa gerangan yang terjadi?

Begini ceritanya.

Kami sedang menjajaki bab satu mengenai unsur intrinsik cerita.

Seorang guru yang klasik akan menyuruh muridnya membaca sebuah cerpen kemudian menentukan unsur-unsur intrinsiknya. Tapi guru kami lain. Beliau menyuruh kami menemukan cerpen kami sendiri. Aturan mainnya, setiap anak disuruh untuk menulis sebuah kalimat di buku tugas mereka. Buku itu kemudian diberikan ke teman di belakangnya. Teman di belakangnya menulis satu kalimat sambungan, kemudian diberikan kepada teman di belakangnya lagi dan begitulah sambung-menyambung hingga terbentuk sebuah cerpen yang utuh.

Selama ini banyak siswa yang sering mengeluh tidak punya ide, tidak bisa menulis, kesulitan menemukan inspirasi, dan sebagainya. Itu dia yang jadi daya tarik dari metode pembelajaran ini. Siswa menjadi terpancing kreativitasnya untuk mengkhayalkan sesuatu yang tidak-tidak, atau kalau mungkin mengacau alur cerita yang telah terbentuk di paragraf sebelumnya. Jalan ceritanya menjadi tidak bisa ditebak, penuh kejutan, dan yang pasti, konyol sekali.

Misalnya saja, saya memulai cerpen dengan kalimat "Suatu siang, seorang kakek tua tertidur pulas di bawah pohon akasia."

Mau saya, kakek itu kelelahan setelah seharian bekerja keras. Tapi apa yang terjadi setelah kalimat itu jatuh ke pikiran teman-teman saya? Alurnya berubah drastis! Kakek tersebut terbangun karena kejatuhan kotoran burung, kemudian dia marah bukan main dan burung itu disantapnya. Ternyata burung itu beracun. Seluruh tubuh kakek timbul bentol-bentol merah dan dia pergi ke hutan untuk mencari obat. Di hutan dia bertemu harimau dan dia juga ingin membunuh harimau itu untuk makan siangnya, tapi akhirnya dia yang dimakan harimau itu.

Ini adalah contoh cerpen lain dari teman saya;

Pada suatu hari ada seorang anak yang sedang mengumpulkan plastik di tepi jalan. Dia menyusuri setiap gang-gang yang ia lewati. Dan tiba-tiba dia menemukan sebuah kotak. Dia penasaran, lalu dia membuka kotak misterius itu. Pada saat dia buka, ternyata kotaknya berisi seekor kucing. Kucingnya sangat lucu. Kucing yang lucu itu akhirnya dibawa pulang ke rumah. Sesampainya di rumah iua bermain-main dengan kucing yang lucu itu.

Sesampainya di rumah, anak itu memberikan sisa-sisa makanan yang diperolehnya.Tiba-tiba kucing itu mengeluarkan cahaya terang. Kucing itu berubah menjadi POWER RANGER. Setelah berubah, power ranger itu mau membantu anak itu sepenuh hatinya. Semua plastik yang ada di jalan kemudian dikumpulkan oleh kucing. Dan ternyata kucing itu Juragan ROSOK. Kucingnya diberi nama “Atun si Juragan Rosok” oleh si anak itu. Dan sekarang Atun menjadi juragan lumpia atas hasil kerja kerasnya.

Giliran disuruh menentukan unsur intrinsik--terutama amanat--kami kebingungan. Pasalnya, hampir semua cerita dibuat asal-asalan dan terkadang samasekali tidak ada amanatnya.

Tapi inti dari saya menceritakan pengalaman konyol ini di sini adalah, bagaimana seorang guru bahasa Indonesia yang kreatif mampu menyulap suasanan kelas yang biasanya 'krik' menjadi ceria. Selama ini banyak siswa--bahkan saya sendiri--berasumsi bahwa pelajaran bahasa Indonesia hanya mendatangkan kantuk dan rasa bosan yang sulit diredam.

Kalau Anda seorang guru bahasa Indonesia, ada baiknya Anda mulai memikirkan ulang metode pembelajaran yang Anda terapkan. Dalam kacamata saya sebagai murid, indikasi pelajaran itu tidak menarik adalah suasana kelas yang terlalu lengang atau terlalu ramai. Terlalu lengang berarti murid mengantuk, terlalu ramai berarti murid bosan. Begitu saja.

Kebetulan sekali, ibu saya adalah seorang guru DPK yang ditempatkan di sebuah SMA di pelosok--di mana murid-murid di situ adalah murid-murid buangan. Jelas dibutuhkan tenaga ekstra untuk mengkondisikan mereka dalam suasana belajar yang kondusif. Dari cerita-cerita yang saya dengar dari ibu saya, saya menyimpulkan bahwa salah satu trik untuk menagajar murid adalah MENYAMPAIKAN PELAJARAN DENGAN CARA DAMAI.

Serius bukan berarti kaku. Kalau Anda tipikal guru yang risih melihat murid Anda "berkeliaran" dari satu baris bangku ke baris lain, cobalah untuk memahami. Namanya juga anak-anak... Dengan suasana kelas yang santai, Power Ranger pun takkan enggan datang untuk membuat pelajaran bahasa Indonesia lebih menyenangkan.

Wkwkwkwkwk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun