Terkadang semesta hanya menitipkan yang terbaik agar dapat belajar apa itu ikhlas. Ikhlas ketika semesta kembali mengambilnya bahkan untuk tidak lagi dilihat, untuk tidak lagi saling tegur sapa. Tapi hanya untuk dikenang dan hanya untuk saling menitipkan doa lewat suratan takdir kematian.
Aku harus bisa tanpamu. Kita ditakdirkan untuk saling mengikhlaskan. Hanya saja hati ini sangat sakit ketika momentum indah itu kembali, menghujam hebat kedalam hati. Bagaimana bisa aku merasa kesepian seperti ini? Aku mengakui kehilangan dirimu adalah ujian terhebat dalam hidupku.
Senyum itu, sentuhan tangan itu, pelukan itu. Hilang bersama waktu, terkubur bersama dirimu. Tetapi kenapa ingatan ini tak ikut hilang bersama dirimu?. Tuhan menakdirkan hitam pemisah garis takdir kita, hubungan yang dulunya kita bangun dengan sedemikian indah dengan waktu yang cukup lama tentunya. Akhirnya hanya sampai disini
Untuk apa? Jika bukan hanya sebagai pembelajaran. Â
Kesedihan itu bagaikan racun dalam kehidupan. Akan selalu merasa menjadi korban dari segala kesakitan, maka aku akan memilih untuk berhenti, belajar berhenti merasa ditinggalkan. Bukankah mencintai adalah risiko yang harus sama-sama ditanggung oleh dua belah pihak yang saling memutuskan.
Kehilangan dan perpisahan adalah sebuah penyelesaian dari sebuah perjalanan. Cukup seperti itu yang aku pahami, dipisah maut adalah perpisahan tanpa kesepakatan yang berarti. Menyisakan banyak pertanyaan, penyesalan, dan ratapan kesedihan. Hari itu hanya bisa terdiam melihat duniaku luluhlantah mungkin hancur.
Tertinggal puing-puing rindu, dihanguskan oleh takdir, hanya diam, terdiam melihat lalu lalang orang dengan tatapan kasian. Rasanya akulah yang paling menyedihkan, akulah yang kehilangan segalanya. Benar, aku kehilangan sosok yang sangat aku cintai, sosok tampan, sosok tegas dan penuh kehangatan.
Dia sahabatku dari ketika aku masih kecil. Sekarang sosok itu hanya terdiam membeku tanpa kata, tanpa senyum. Dan kebenaran yang tidak bisa dipungkiri adalah "aku telah kehilangan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H