"Mungkin karena capek bekerja," ucap ayah singkat dengan air wajah yang seperti kurang nyaman. Selayaknya ayah-ayah yang jarang bicara begitupun ayahku. Dan aku tak mau mempermasalhkannya lagi. Bagiku yang terpenting adalah besok aku bisa memakai sepatu baru.
Setelah beberapa hari, aku bercerita pada ibu tentang kejadian dipasar. Ibu bilang, itu karena uang ayah kurang sedikit, tapi saat ayah tawar akhirnya penjualnya setuju. Ibu juga bilang, ayah punya sedikit kisah kelam dengan sepatu. Hingga ayah berjanji agar anak-anaknya harus punya sepatu yang layak.
***
Setelah bertahun-tahun, baru aku dengar kisah lengkapnya. Ayah terlahir dari keluarga yang berada sebenarnya, usaha kakek bisa dikatakan sukses. Hanya saja, orang tua ayah berbeda dalam memperlakukan ayah. salah satunya saat ayah duduk dibangku kelas 4 SD, ayah ingin punya sepatu seperti kebanyakan orang. Ayahnya ayah, yaitu kakekku berjanji akan memenuhinya jika ayah bisa mengambil 2 karung rumput penuh untuk domba peliharaan kakek. Ayah dengan semangat mengambil rumput sesuai instruksi kakek. Sepulangnya mengambil rumput, kakek mengukur kaki ayah dengan tali rapia. Betapa senang hati ayah saat itu. Sepatu impiannya akan segera terwujud.
Sengaja ayah mengambil rumput dua karung penuh lagi dengan cepat. Setelah selesai ayah segera pulang dengan perasaan kemenangan karena nanti malam, kakek akan membawa sepatu baru untuk ayah.Â
Tapi, malamnya kakek tidak membawa apa-apa. Katanya, rumput yang ayah bawa kurang banyak. Meski kecewa, besoknya ayah kembali mengambil rumput, kali ini sengaja dijejal. Biar kakek puas dan senang dengan hasil kerja ayah. Namun, kembali hanya berita kecewa yang ayah dapat. Sampai ayah naik kelas, hanya permintaan rumput yang ditambah. Sedang janji kakek tak menemui tepatnya. Hanya tali rapia sebagai ukuran sepatu yang menjadi tonggak harapan. Namun, hasilnya tetap sama, malam hari ayah selalu mendapat kecewa. Hingga lulus SD ayah tak pernah memakai sepatu ke sekolah. Jangankan memakai sepatu baru, mencoba memakai sepatu pun ayah tak pernah.
Rasa kecewa ayah menjelma janji baru. Janji ayah untuk anak-anaknya. Janji yang akan terus teringat dan terbalas tepat. Ayah yang akan rela menanggalkan inginnya demi ingin anak-anaknya. Hingga ayah rela menunggu penjualnya memberikan harga sesuai keinginan ayah, bahkan sampai sore hari. Ayahku memang terlihat biasa tapi sungguh aku tau besar jiwa dan juangnya, untuku, anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H