Aku mengajar di Sebuah Sekolah Dasar, jarak dari tempat tinggal Ku kurang lebih 18 Km sehingga aku harus berangkat lebih awal. Senin pagi sekitar Pukul 05.30 ketika berangkat untuk menjalankan rutinitas mengajar dipagi hari, tepatnya di sebuah lampu lalulintas yang saat itu lampu berada dalam posisi rambu merah, artinya semua kendaraan yang berada tepat dijalur itu harus wajib berhenti, sembari menunggu lampu berpindah ke posisi hijau, aku melepaskan kedua tanganku dari stang motor, meregangkan sejenak otot-otot pergelangan tangan, menengok kekanan dan kekiri namun terpaku dalam tengokan kekiri, aku melihat seorang wanita menangis duduk diatas motor yang sedang berhenti di depan sebuah kios jasa fotocopy dan alat tulis  sebelah utara kampus perguruan tinggi swasta yang masih tutup, setelah lampu berada diposisi hijau aku menepi ke arah wanita itu, perlahan ku dekati wanita itu, masih pagi, matahari belum sempurna untuk menampakkan sinarnya "sapa ku pada wanita itu", perlahan dia mulai menatap mata ku namun tidak satu katapun keluar dari mulutnya. "Namaku Devan, kalo boleh tahu namamu siapa?"Â
"Aku.. aku... Fani mas, " jawabnya sambil menangis tersendi-Sendu.
"Ada apa dengan pagimu hari ini, kau tampak berbeda dengan wanita di seberang jalan sana, yang mengangkat bibir manisnya?"Â
"Aku sedang menyesali suatu hal bodoh yang pernah aku lakukan," jawabnya.
"Mau kah kau bercerita tentang Perihal tersebut kepada ku?"
"malam Minggu kemarin menjadi malam yang paling aku sesali dalam seumur hidupku, aku mengumpat kepada seseorang yang seharusnya menemaniku dalam mengarungi waktu yang telah Tuhan karuniakan hingga kelak meninggalkan dunia ini. Sulit rasanya untuk memaafkan diriku sendiri, Rafi; seorang laki-laki yang sangat penyayang dan santun kini lebih dulu meninggalkan dunia ini"
Malam itu Rafi telat menjemputku dikampus, padahal harus menyiapkan surprise untuk Ayah ku yang sedang ulang tahun dan pesta itu akan berlangsung Pukul 20.30 WIB, kesal dan marah dari rayuan keegoisan menjadikan sulit dibendung untuk tidak mengumpat kepadanya, Pukul 20.00 WIB dia baru menjemput ku, aku sudah menunggunya satu setengah jam.
"Maaf aku terlambat jemput fan"
"Gak mau, cepetan aku harus segera pulang"
"Yaudah pake helmnya, ban motorku tadi bocor di jalan, itu sebabnya terlambat jemput kamu "
"Aku gak mau denger alesan apapun, itu alibi kamu aja"
"Kenapa kamu gak percaya sih?"
"Cowok memang sering pandai beralibi"
"Terserah mau percaya atau tidak"
"Tuh, makin memperjelas alibinya"
"Kamu nuduh kalau aku bohong?"Â
"Tidak usah dituduh juga sudah jelas"
"Percumah semua penjelasanku"
Stop.. Stop.. Stop
"Dah gak usah masuk, aku turun depan gerbang rumah aja"
"Fan, aku kan mau main dulu kerumah mu"
"Gak usah! kamu langsung pulang aja, lagi gak mood sama kamu"
"Ok, aku pulang dulu"
Aku dapat kabar dari Rumahsakit dimana Rafi dirawat, dia kecelakaan. Sepeda motor yang ia kendarai menabrak iring-iringan mobil polisi yang sedang mengawal pejabat, menurut keterangan; Rafi mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan 120/Km, pendarahan dikepalanya membuat Rafi tidak tertolong lagi. Takdir memang benar adanya namun akulah penyebabnya, andai aku tidak egois malam itu, pasti semua ini tidak akan terjadi, lontaran umpatan dari mulutku telah menjadi psikisnya, hingga ia tak konsentrasi dalam berkendara.
Aku merawat hubungan dengan bukan hanya sehari atau dua hari, bahkan aku menyelesaikan skripsiku bersama, padahal  tiga Minggu lagi ia melamar ku, seminggu setelahnya wisuda bersama, Ya Tuhan aku lah wanita pertama yang akan menyesal dipagi Ini.
"Sudahlah Fan, andai bisa memesan takdir-takdir itu, air mata kesedihan tidak akan pernah keluar dari manusia." Ucapku untuk menenangkan hati Fani.
"Jika kau mau, hujanilah aku dengan hujatan anggap saja kau mewakili takdir"
"Sekalipun kau berkata demikian, tidak pernah terbesit untuk menyalahkanmu." percayalah Fan.
"Terimakasih, Van"
"Sudah pukul 06.30 WIB, kau mau tetap disini atau mau kemana? "
"Aku menunggu kios fotocopyan ini buka, untuk print out tugas-tugas dari Dosen yang harus dikumpulkan 07.30 WIB"
"Yasudah kalau begitu, aku harus segera bergegas untuk berangkat ke sekolah dimana aku mengajar, 15 menit dari tempat ini, Fan pagi ini Tuhan memberikan pelajaran hidup kepada ku dari semua cerita kehidupan mu, tidak ada yang kebetulan, dengan semua ini semoga menjadikan kita lebih baik lagi."
" Pagi kemarin pagi ini dan pagi esok adalah milik-Mu, dan manusia tidak bisa memesan takdir, kunikmati setiap detik demi detik-Mu," ucapku  dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H