Upaya media framing sama sekali bukan didasarkan pada fakta untuk mencari kebenaran, tapi mengutamakan dan mengedepankan pembentukan persepsi yang dibuat media apa pun dalam  berbagai modus, termasuk pemanfaatan artificial intelligence (AI) dalam menyebarluaskan berbagai kebohongan nyaris sempurna, layaknya manusia sesungguhnya yang sedang berghibah. Nyaris persis sama dalam gerak gerik tubuh, volume dan intonasi suara bahkan ekspresi wajahnya. Orang-orang yang sangat awam tentang  teknologi AI, dipastikan akan mudah terkecoh dan tertipu oleh gaya ghibah ultra modern mutahir tersebut .
Penularan ghibah.
Ghibah mirip-mirip seperti penyakit menular. Mudah merebak menjadi wabah lewat berbagai pertemuan langsung atau melalui media. Kebenaran yang nyata dengan gampang diputar balik oleh kesadaran pikiran manusia seolah-olah fakta kebenaran sesungguhnya dan mampu menarik perhatian serta memengaruhi pikiran dan emosi sesama teman berghibahnya.Â
Keyakinan bersama atas kebenaran hasil ghibah bisa disimpan dalam alam pikiran sadar dan bawah sadar manusia. Suatu ketika bisa muncul atau dengan sengaja ditularkan kepada subyek-subyek ghibah selanjutnya.
Dorongan naluri hewani atau insting manusia sangat kuat dalam merusak pertahanan ego atau kecerdasan manusia dalam memahami realitas di sekitarnya. Menghalalkan segala cara, termasuk ghibah dan fitnah dalam melampiaskan berbagai keinginan untuk meraih tujuan hidupnya. Kebiasaan berghibah personal bisa berubah menjadi tradisi berghibah massal.
Di satu sisi manusia mempunyai kemampuan pikiran untuk menciptakan berbagai teknologi agar mempermudah, memperindah dan menyenangkan serta membahagiakan diri sendiri dan orang lain dalam ruang lingkup besar. Di sisi lain manusia juga dengan mudah memanfaatkan berbagai hasil ciptaannya untuk merusak dan menghancurkan manusia-manusia lain, termasuk dirinya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H