Sopir angkot malam yang sering bertemu dalam jamaah salat subuh ini bukan penduduk asli daerah Tangsel. Dari cara bicara dan tindak tanduknya mengesankan: ia orang perantauan yang bersahaja, ulet, tangguh dan disiplin. Namanya Syawarudin. Dipanggil pak Syawar. Orang asli dari Jawa Tengah asal Pemalang. Ia salah seorang jamaah salat subuh di masjid Jabalurrahmah.
Nama masjid yang secara harfiah berarti Gunung Kasih Sayang. Nama yang diambil dari nama lokasi masjid ini yang terletak di jalan Gunung Raya, di lembah bendungan Situ Gintung, Ciputat Timur. Majid ini menjadi saksi bisu peristiwa kelam dan bukti dari Bendungan ini yang sempat jebol pada 27 Maret 2009 dan menelan korban 100 orang lebih meningggal.
Ketika terjadi musibah tersebut bangunan masjid baru dibangun fondasi, tiang-tiang dan atap saja. Sudah lima belas tahun bangunan masjid kini menjadi saksi bisu pula atas musibah: akibat dari kelalaian manusia dalam mengelola bendungan air yang dibangun pada zaman penjajahan Belanda ini: sebagai sumber mata air, mata pencaharian, dan obyek wisata, sekaligus bangunan pengendali banjir untuk daerah sekitarnya.
Pak Syawar disiplin rutin salat berjamaah subuh di masjid bersejarah ini, Usai menjemput rezeki di malam hari. Mobil angkot Tuyota Kijang D-01 yang sudah jadi miliknya itu selalu diparkir di pinggir jalan di seberang masjid tersebut. Salat berjamaah mengajarkan ajeg konsisten akan keyakinan dalam menjalankan kewajiban hubungan dengan Tuhan Allah SWT: pedoman etika relasi dan interaksi yang baik dan bermaslahat antar sesama manusia. Disiplin berjamaah juga adalah dasar silaturahmi untuk membangun jejaring kerja antar beragam keakhlian dan pengalaman . Silaturahmi yang tulus potensial akan menyehatkan jiwa raga, membuka pintu rezeki yang luas dan barokah serta memungkinkan umur yang panjang
Sejak menikah tahun 1993 sampai sekarang, mata pencaharian utama pak Syawar, tetap istiqomah sebagai sopir angkot D 01. Jurusan Ciputat- Kebayoran Lama. Mengangkut para penumpang langganan di malam hari, yang akan pergi dan pulang belanja kulakan berbagai keperluan jualan sehari-hari di pasar Kebayoran Lama. Pekerjaannya itu sudah tentu menuntut tenaga dan kesehatan yang prima. Yang tidak banyak bisa dilakukan oleh orang-orang pada umumnya.
Istrinya meninggal lima tahun yang lalu. Kini ia tinggal bersama dua orang anaknya. Di rumah milik sendiri di daerah Pamulang. Anaknya yang perempuan lulusan sekolah kebidanan. Sedangkan anak yang laki-laki lulusan jurusan Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: bekerja di rumah sakit UI Depok.
“Dapat uang berapa kalau narik malam , pak Sawal?”
“Dari jam 11 malam sampai jam 4 pagi dapat sekitar Rp150.000 – Rp 200.000. Disisihkan buat beli bensin Rp. 50.000”, jawabnya.
Ba’da salat subuh barjamaah di masjid, pak Syawar pulang ke rumahnya : istirahat. Paginya mulai sekitar pukul 8 pagi hingga pukul 2 siang ia narik lagi penumpang yang beraktivitas di siang hari. Antara Ciputat Kebayoran lama. Penumpang langganan angkot siang sudah semakin jarang : tidak seperti penumpang di malam hari. Penghasilan kotor di siang hari sudah tentu lebih sedikit dibanding dengan malam hari.
Di siang hari pak Syawar sudah kalah bersaing dengan abang-abang gojek dan pengendara sepeda motor pribadi yang semakin banyak. Jika sudah tidak kuat lagi mengemudikan angkotnya, ia berniat pulang kampung untuk mengelola lahan tanah miliknya di Pemalang.
Sudah beberapa hari, sejak menjelang tahun baru 2025, pak Syawar tidak kelihatan salat berjamaah di masjid Jabalurrahmah. Bisa jadi ia ikut merayakan tahun baru bersama keluarga di kampungnya. Sehat selalu dan tetap semangat ya pak Syawar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI