Nama             : Sofiana Rahmawati
Nim               : 222111107
Kelas              : HES 5C
Matkul            : Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Muhammad Julijanto., S.Ag., M.Ag.,
- Marx WeberÂ
1. Artikel dan Jurnal yang membahas tentang tokoh Marx Webber,Â
Jurnal yang berjudul " Konsep Pemberdayaan Masyarakat dalam Pandangan Karl Marx dan Marx Webber" yang ditulis oleh Derry Ahmad Rizal dan Moh. Syaiful Bahri membahas mengenai Marx Weber, seorang tokoh besar dalam sosiologi, dikenal atas teorinya tentang tindakan sosial yang bertujuan untuk memahami motif dan tujuan di balik perilaku individu atau kelompok. Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai tindakan yang memiliki makna saat berhubungan dengan individu lain dan mampu memengaruhi mereka. Tindakan sosial memiliki beberapa ciri, di antaranya adalah makna subjektif, sifat batiniyah, pengaruh situasi tertentu, respons terhadap orang lain, serta interaksi dengan individu atau kelompok. Weber mengelompokkan tindakan sosial menjadi empat tipe:Â
1. Tindakan Tradisional -- dipengaruhi oleh kebiasaan turun-temurun.
2. Tindakan Afektif -- dipengaruhi emosi.
3. Rasionalitas Instrumental -- berorientasi pada tujuan yang dicapai secara rasional.
4. Rasionalitas Nilai -- berorientasi pada nilai dan norma.
Weber menekankan pentingnya rasionalitas dalam tindakan sosial, khususnya rasionalitas tujuan (fokus pada cara dan akibat untuk mencapai tujuan) dan rasionalitas nilai (menempatkan nilai dan norma sebagai landasan dalam bertindak).
2. Pokok-pokok pemikirannya,
Pemikiran utama Max Weber terkait pemberdayaan masyarakat berpusat pada konsep tindakan sosial, yang menekankan pada motif serta tujuan dari individu atau kelompok dalam melakukan tindakan sosial. Weber melihat bahwa setiap tindakan manusia mengandung makna subjektif dan dapat mempengaruhi orang lain, terutama dalam konteks perubahan sosial.
1. Tindakan Sosial: Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai tindakan yang mempertimbangkan respons orang lain dan memiliki makna subjektif bagi aktornya. Weber membagi tindakan sosial menjadi empat jenis utama:
  - Tindakan Tradisional: Didorong oleh kebiasaan atau tradisi yang sudah mendarah daging dalam masyarakat. Contohnya, ritual atau adat istiadat yang dilakukan tanpa banyak pertimbangan rasional, hanya karena "sudah seharusnya begitu."
  - Tindakan Afektif: Tindakan yang digerakkan oleh emosi atau perasaan, misalnya marah atau gembira. Biasanya terjadi secara spontan tanpa perencanaan rasional.
  - Rasionalitas Instrumental: Tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dengan mempertimbangkan cara-cara yang paling efektif dan efisien. Misalnya, seseorang yang memilih untuk bekerja lembur demi bonus akhir tahun.
  - Rasionalitas Nilai: Tindakan yang didasarkan pada keyakinan atas nilai atau prinsip yang dianggap benar, terlepas dari hasil yang mungkin didapat. Contoh, seseorang yang melakukan kerja sosial karena merasa itu adalah tanggung jawab moral.Teori tindakan sosial Weber menyoroti bahwa manusia bertindak berdasarkan berbagai motif yang bisa berdampak pada orang lain, dan setiap tindakan memiliki dimensi yang sangat dipengaruhi oleh budaya, emosi, dan rasionalitas.
2. Rasionalitas dan Birokrasi: Weber mengemukakan bahwa dunia modern semakin bergerak menuju "rasionalisasi" atau penataan kehidupan sosial berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi, prediktabilitas, dan kontrol. Konsep birokrasi Weber yang didasari oleh rasionalitas instrumental (tujuan) menyoroti bahwa sebuah sistem harus memiliki struktur yang efisien, berbasis aturan, dan tidak bias dalam pelaksanaannya. Birokrasi memiliki ciri-ciri seperti hirarki jabatan yang jelas, aturan yang tertulis, dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa setiap anggota organisasi bertindak sesuai peran mereka. Sistem ini di satu sisi dapat meningkatkan efisiensi, tetapi di sisi lain bisa membatasi inovasi dan fleksibilitas.
3. Etika Protestan dan Kapitalisme: Dalam karyanya "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism," Weber menguraikan bahwa etika kerja Protestan, terutama ajaran Calvinisme, berkontribusi pada perkembangan kapitalisme di Barat.Menurut Weber, etika ini mendorong nilai-nilai seperti disiplin, hemat, kerja keras, dan tanggung jawab pribadi, yang selaras dengan prinsip kapitalisme. Meskipun kapitalisme kini berkembang di luar tradisi agama, etos kerja yang mirip tetap mendasari banyak sistem ekonomi modern.
4. Konsep Kekuasaan dan Otoritas: Weber juga membedakan antara kekuasaan dan otoritas yang sah. Ia mengklasifikasikan tiga tipe otoritas:
  - Otoritas Tradisional: Berdasarkan kebiasaan atau tradisi. Misalnya, kepemimpinan yang diwariskan dalam keluarga kerajaan.
  - Otoritas Karismatik: Berdasarkan daya tarik atau karisma pemimpin yang mampu menginspirasi pengikut.
  - Otoritas Legal-Rasional: Berdasarkan hukum dan aturan yang disepakati secara rasional. Inilah yang menjadi dasar dari birokrasi modern.
3. Bagaimana pendapat anda dengan pemikiran Marx Weber pada masa sekarang ini,
Dalam masa sekarang ini, pemikiran Marx Weber tetap relevan, terutama dalam memahami perilaku individu dan kelompok dalam masyarakat modern yang kompleks. Konsep tindakan sosial Weber dapat diaplikasikan untuk menganalisis bagaimana nilai-nilai sosial dan norma membentuk perilaku masyarakat, seperti dalam perilaku konsumtif atau keputusan politik. Selain itu, pendekatan rasionalitas Weber membantu dalam memahami bagaimana masyarakat menavigasi pilihan-pilihan hidup mereka berdasarkan nilai dan tujuan, yang sering kali dipengaruhi oleh teknologi dan globalisasi.
4. Analisis perkembangan hukum di Indonesia berdasarkan pemikiran Marx Weber,
Pemikiran Marx Weber juga dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan hukum di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan konsep birokrasi dan rasionalitas hukum. Menurut Weber, birokrasi adalah sistem yang efisien dan terstruktur untuk menjalankan hukum dan administrasi negara. Dalam konteks Indonesia, birokrasi yang ideal harus berlandaskan pada hukum yang rasional dan aturan yang jelas, sehingga proses hukum dapat berjalan dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi. Pemikiran Weber ini bisa digunakan untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia dengan memperkuat nilai rasionalitas hukum dan meminimalkan praktik korupsi serta kolusi yang bertentangan dengan tujuan hukum.Â
-Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart),
1. Artikel dan Jurnal yang membahas tentang Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)Â Â
Jurnal yang berjudul "Komentar Terhadap Hukum dan Masyarakat Dalam Pemikiran John Austin, H.L.A. Hart, dan Hans Kelsen" yang ditulis oleh Humiati, S.H., M.Hum, membahas pandangan hukum dari tiga tokoh. John Austin, yang dikenal dengan teori hukum positif, menganggap hukum sebagai perintah dari penguasa yang ditegakkan melalui sanksi. Baginya, hukum bertujuan mengatur perilaku individu demi stabilitas sosial.
Berbeda dengan Austin, H.L.A. Hart mengajukan pandangan yang lebih kompleks dengan memperkenalkan konsep "aturan sosial" yang mencakup hukum dan norma masyarakat. Menurut Hart, hukum bukan hanya sekedar perintah, tetapi juga melibatkan hak dan kewajiban yang diakui masyarakat. Humiati menganalisis bagaimana pandangan Austin dan Hart berkontribusi terhadap pemahaman tentang interaksi antara hukum dan masyarakat, serta perbedaan pandangan mereka mengenai sifat dan fungsi hukum dalam konteks sosial.
2. Pokok-pokok Pemikiran
 - Teori Interaksionisme: Hart mengkaji bagaimana individu membentuk makna melalui interaksi sosial, menekankan peran konteks sosial dalam pembentukan identitas. Â
- Dinamika Kelompok: Ia juga mengkaji cara kerja kelompok kecil dan peran individu di dalamnya, dengan fokus pada proses sosial dalam kelompok tersebut.
- Konstruksi Sosial Realitas: Menurut Hart, realitas sosial terbentuk melalui interaksi, bukan hanya melalui struktur yang ada.
- Fokus pada Praktik Sosial: Hart menekankan bahwa praktik sosial sehari-hari individu membentuk struktur sosial. Â
- Kritik terhadap Strukturalisme: Hart sering dilihat sebagai pengkritik pendekatan strukturalis yang deterministik, karena ia menekankan peran individu dalam pembentukan realitas sosial. Â
- Konteks Budaya: Hart menilai bahwa konteks budaya penting dalam analisis interaksi sosial, memperkaya pemahaman tentang bagaimana norma dan nilai masyarakat berkembang.
3. Bagaimana Pendapat anda dengan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart) pada masa sekarang ini,Â
Pemikiran Hart dengan teori hukum positifnya, memisahkan hukum dari moralitas, sangat relevan dalam diskusi hak asasi manusia dan keadilan sosial. Melalui pandangannya tentang aturan dan praktik sosial, ia membantu menjelaskan penerapan hukum dalam kehidupan sehari-hari serta bagaimana individu berinteraksi dengan norma hukum.
4. Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia Berdasarkan Pemikiran Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart),
Hart melihat hukum sebagai sistem aturan yang terbagi dalam aturan primer dan sekunder. Dalam konteks Indonesia, perkembangan hukum ditandai dengan integrasi hukum adat, hukum positif, dan norma internasional. Kompleksitas ini menimbulkan tantangan bagi individu dan institusi dalam mengarahkan diri di antara berbagai sumber hukum. Â
Konsep Hart tentang hubungan antara aturan dan praktik sosial juga relevan. Penerapan hukum di Indonesia sering dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya setempat, yang menyebabkan perbedaan antara hukum tertulis dan realitas sosial dalam pelaksanaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H