"Recover Together, Recover Stronger, Pulih Bersama, Pulih lebih kuat"
G20 Indonesia memulihkan perekonomian dan Investasi Hijau secara global Bali Nopember 2022 yang akan datang.
Investasi Hijau adalah investasi yang terfokus pada kegiatan perusahaan yang menghasilkan produk barang dan jasa yang ramah lingkungan dan energi.
Investasi Hijau menjadi salah satu Fokus dalam KTT G20 di Bali. Kebijakan penanaman modal ramah lingkungan.
Investasi ini memperhatikan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) oleh anggota G20 diharapkan juga oleh seluruh negara lain.
Negara-negara yang menghadiri konferensi iklim Paris 2015 telah sepakat untuk menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat .
Dunia berharap setidaknya 2,7 derajat Celcius penurunan suhu global di konferensi iklim tahunan PBB Glasgow.
Negara negara anggota G-20 adalah negara dengan ekonomi teratas dunia tapi sekaligus juga menyumbang 80 persen dari emisi global.
China akan memperkuat target pengurangan emisi 2030, mencakup pengurangan emisi per unit produk domestik bruto (PDB) sebesar 65 persen.
China mengatur 2.162 perusahaan dari sektor pembangkit listrik yang mengeluarkan sekitar 4,5 miliar ton karbon dioksida per tahun.
Perusahaan teknologi China diharapkan dapat berbuat lebih banyak untuk mengurangi emisi karbon mendiversifikasi produksi ke energi bersih.
China pemakai batu bara diharapkan menempatkan teknologi penangkapan karbon dan penyimpanan energi yang lebih besar. Carbon Capture and Storage (CCS) adalah salah satu teknologi mitigasi mengurangi emisi CO2 ke atmosfer.
Pemisahan dan penangkapan (capture) CO2 dari sumber emisi gas buang (flue gas), pengangkutan CO2 ke tempat penyimpanan (transportation) yang aman.
Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan pipa atau tanker seperti umumnya (LPG, LNG), sedangkan penyimpanan dilakukan ke dalam lapisan batuan di bawah permukaan bumi yang dapat menjadi perangkap gas hingga tidak lepas ke atmosfer.
Ini juga dapat pula diinjeksikan ke dalam laut pada kedalaman tertentu. Menurut International Energy Agency (IEA), volume emisi CO2 akibat pembakaran bahan bakar fosil mencapai 56% dari total semua emisi global.
Pembangkit listrik batubara (PLTU) merupakan sumber emisi utama lebih dari 60 persen. Selanjutnya PLTG 11% dan PLTD 7%. serta industri lain 3-7%.
Untuk dapat mengurangi emisi CO2 dalam jumlah besar adalah logis jika dilakukan pengendalian dalam gas buang pembangkit listrik.
Indonesia berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp350 triliun dari transaksi jual beli sertifikat emisi karbon.
Jual beli dan Perdagangan karbon akan mengurangi emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Perdagangan karbon (carbon trading) tidak jauh berbeda dengan transaksi jual beli yang dilakukan di pasar konvensional.
Pembeli emisi karbon biasanya negara maju dan industri besar, sementara penjualnya adalah negara berkembang dengan hutan yang luas sebagai penyerap karbon dioksida.
Melalui hutan lindungnya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, Indoneia merupakan salah satu negara penjual emisi karbon yang aktif.
Emisi karbon yang bisa diperdagangkan adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrat oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFCs), perfluorokarbon (PFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6).
Satu unit kredit karbon biasanya setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida. Saat ini, harga sertifikat emisi karbon sekitar 28 dolar per ton, naik 10 dolar dari tahun.
Dengan membeli ini, maka negara-negara industri maju bisa mengklaim target penurunan emisi mereka. Data Kementerian Lingkungan Hukum dan Kehutanan tahun 2015 menyebutkan bahwa 37 dari total 215 proyek CDM telah berhasil menurunkan emisi sebesar 10.097,175 ton CO2e (satuan : karbon dioksida ekuivalen) dan 329,483 ton CO2e dari perdagangan karbon bilateral dengan Jepang.
Kerja sama ini menghasilkan investasi sebesar US$150 juta atau Rp2,1 triliun. Indonesia sudah menjual emisi karbon sejak tahun 2005, salah satunya melalui proyek CDM (Clean Development Mechanism) atau Mekanisme Pembangunan Bersih.
Proyek CDM merupakan proyek penurunan emisi di negara berkembang untuk mendapatkan sertifikasi penurunan emisi (certified emission reduction) atau CER.
Setiap tahun perdagangan karbon ini Indonesia mendapat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 7,5–26,1 persen. Perdagangan karbon bagi Indonesia juga bisa mengejar target penurunan emisi sebesar 26% tahun 2020 dan 29% tahun 2030.
Hambatannya antara lain adalah kebakaran lahan, konflik dengan masyarakat setempat dan perusahaan, sampai perubahan guna lahan menjadi perkebunan khususnya kelapa sawit.
Tapi pemerintah mendorong dan mendukung pelaku usaha meningkatkan investasi hijau (green investment). Komitmen pelaku usaha diharapkan mendorong model bisnis yang berkelanjutan serta meningkatkan green investment.
Upaya yang pemerintah tak akan berhasil tanpa adanya komitmen dan dukungan bersama. Pada saat ini 44 perusahaan industri yang telah memperoleh sertifikasi hijau.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah perusahaan industri skala menengah dan besar sekitar 29.000 pada tahun 2021. Artinya, capaian sertifikasi industri hijau baru mencapai 0,15 persen saja.
Kesadaran sejumlah perusahaan membuat produk ramah lingkungan menjadi peluang mendapatkan kredit hijau perbankan.Â
Beberapa perusahaan rintisan, termasuk unicorn, juga telah menyampaikan komitmen zero waste pada 2030.Â
Sebagai contoh, perusahaan yang menghadirkan produk ramah lingkungan sebuah perusahaan besar melalui anak usahanya PT Eco Paper Indonesia, memproduksi kemasan ramah lingkungan berupa kertas hasil daur ulang.
Banyak pemesanan makanan dilakukan secara daring yang menggunakan kemasan seringkali tidak ramah lingkungan. Produk ramah lingkungan ini menjadi alternatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H