Pagi hari yang kelabu dan hujan turun dengan sangat deras.  Seorang lelaki  berjalan meski tubuhnya basah kuyup.
Jembatan Nanjing (Nangking) Â menjulang tinggi di atas sungai Yangtze kiang di Cina.
Lelaki itu bernama Chen, bekerja memperhatikan kalau ada orang yang yang putus asa  melompat ke bawah jembatan.
Air berputar putar dahsyat di bawah jembatan . Besi dan hamparan logam sepanjang 3 km kokoh.
Kali ini, seorang gadis cantik, usianya masih muda. Mungkin 22 atau 23 tahun .Gadis itu berdiri di atas jembatan , ia menangis dan pastinya berpikir untuk melompat kebawah .
Chen berbicara sedikit, menghiburnya. Cukup lama untuk meyakinkan gadis itu untuk tidak mengambil keputusan nekad. Sang gadis berkata.
" Apa gunanya aku hidup? Pacarku meninggalkan aku, tidak punya pekerjaan. Hidup ini tidak adil, " gadis itu berteriak.
Chen membujuk lagi. dengan puitis, ia meletakan Setangkai bunga  di Jembatan itu dibawah sang gadis.
Setelah cukup lama, Chen  berhenti untuk berbicara ketika wanita itu turun dan Chen  mungkin secara tidak sengaja telah menyelamatkan nyawa gadis itu.
 Jembatan Nanking 13 Desember 1937 disebut jembatan terkutuk tapi indah.
Jepang mulai menduduki Kota Nanking atau disebut Nanjing--, yang kala itu menjadi Ibu Kota China.
Selama invasi hingga Januari 1938, tentara Jepang membunuh sebagian besar warga di provinsi bagian timur China itu menewaskan ratusa ribu jiwa.
Saat Nanking jatuh ke tangan pasukan Jepang, pemerintah China melarikan diri ke Hankow, pedalaman di sepanjang Sungai Yangtze.
Untuk mematahkan semangat perlawanan Tiongkok, Jenderal Jepang Matsui Iwane memerintahkan agar Kota Nanking dihancurkan.
Sebagian besar kota dibakar, dan pasukan Jepang melancarkan kampanye kekejaman terhadap warga sipil.
Dalam tragedi yang juga dikenal sebagai "Perkosaan Nanking", tentara Jepang membunuh sekitar 150.000 tahanan perang pria, membantai 50.000 warga sipil pria, dan memperkosa 20.000 wanita dan gadis dari segala usia. Banyak dari mereka dimutilasi.
Tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II, Matsui Iwane dinyatakan bersalah atas kejahatan perang oleh International Military Tribunal for the Far East dan dieksekusi.
Sebelumnya pada bulan Maret 1927, ketika Ekspedisi Utara yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek tiba di Nanjing, pasukan Akademi Militer Whampoa berusaha menjaga ketertiban.
Tetapi armada Inggris yang ditempatkan di dekat Sungai Yangtze ingin menguasai Cina membombardir kapal dengan meriam. Menewaskan ratusan orang.
Kota Nanking, dari perselisihan dan agresi asing, perubahan dinasti, atau pemberontakan separatis, Â telah membayar harga yang menyakitkan.
Nanjing adalah kota batu yang terbuat dari darah dan air mata. Tapi sebenarnya juga kota yang indah dan penuh wanita wanita cantik. Ada banyak situs bersejarah di Nanjing, baik itu taman atau paviliun tepi sungai, Â jembatan melengkung dan sebagainya.
Tapi kenangan dari kota itu tetap menyakitkan bagi Cina yang tidak pernah memaafkan Jepang.
Sepintas lalu tak ada  lagi kesan itu bagi pelancong yang menikmati ibu kota kuno itu sebelum dipindahkan ke Beijing'.
Nanking tetap menjadi sejarah kelam Cina dari generasi ke ke generasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H