Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Sepeda jadi Teman Ngabuburit, Tarawih, dan Kuliah Subuh Saat Ramadan

2 April 2023   19:56 Diperbarui: 2 April 2023   20:02 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu memang tidak bisa diputar kembali. Namun, kenangan akan selalu melekat di setiap pemiliknya. Termasuk saya yang sangat ini sedang mengenang masa kecil di bulan ramadan. I fell like, it's really hard to describe. I just fell happy enough.

Di sebuah desa terpencil di Provinsi Riau, tepatnya di daerah transmigrasi itulah saya lahir dan besar. Orang-orang menyebutnya Pujakesuma alias Puta-Putri Jawa Keturunan Sumatera. Di desa yang bernama Pasir Luhur itu semasa saya kecil masih jauh dari gemerlap lampu. Jangankan PLN, ada yang memiliki diesel saja sukur. Ya begitulah, kehidupan di kampung. Panjang jika diceritakan.

Kita bahas topik nostalgia ramadan semasa kecil saja dulu sambil spill tentang kelistrikan. Asiik 

Hampir di setiap jalur (jalan) di desa itu memiliki musala. Nah, semasa kecil sebelum masuk SD (karena saya ga TK dan belum ada sekolah itu) saya mengaji di musala yang berada di jalur 9 atau jalan rampai. Itu adalah jalur rumahku berada.

Berjalannya waktu, kelas satu atau kelas dua SD gitu, saya pindah tempat mengaji yakni di musala yang berada di jalur 8 sampai saya lulus SD pada 2008. Di situ pulalah, saya melaksanakan tarawih.

Seperti biasa, saya pergi mengaji dan tarawih bersama teman saya yang satu jalur. Nur, namanya, yang kerap dipanggil Indung. Rumahku yang lebih jauh dari rumah Indung untuk menuju musala yang berada di belakang rumahnya. Sehingga, sayalah yang selalu menghampirinya untuk berangkat ngaji dan tarawih bersama.

Kadang kami jalan kaki, kadang pula naik sepeda. Kebiasaan naik sepeda itu kami lakukan saat bulan puasa. Kami sengaja menumpaki sepeda agar bisa ngabuburit bareng teman-teman. Sepeda menjadi teman akrab kami anak desa. Benda yang bisa berfungsi dengan cara dikayuh itu kami gunakan untuk ngabuburit, tarawih, dan kuliah subuh.

Untuk bisa membuat es teh, es sirup, es buah, dan sejenisnya, pada jaman dulu, benar-benar butuh perjuangan. Saya bersama kawan-kawan membuat janji terlebih dahulu untuk memutuskan beli es batu saat kami belajar di kelas. Lalu, sorenya pergi mengayuh sepeda bersama-sama menuju kedai penjual es.

Di kampungku sekitar tahun 2004 itu masih langka sekali yang memiliki kulkas. Bisa dihitung jari. Memasuki tahun 2007 itu lah mulai banyak yang memiliki kulkas. Ya, adalah sepuluhan orang. Kebetulan saat itu listrik sudah mulai masuk meski terkadang ada trouble dari pihak pemilik.

Dilemanya di jaman itu adalah jika beli es batu nya cepat sekitar pukul 17.00 WIB, akan cepat meleleh. Namun, jika beli es batu nya puku 17.30 WIB atau di atas itu jangan harap dapat yang keras. Masa-masa itu telah berlalu. Mungkin sekarang terkesan menyedihkan namun itu adalah kenangan indah yang sulit dilupakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun