Dapat dirasakan, banjir menjadi content creator di media sosial mulai tak terelakan. Bahkan, posisi ini pun sudah menempati jajaran terdepan dalam perusahaan demi keberlangsungan citra perusahaan.
Pembahasan content creator pun mulai asik diperbincangkan di dunia kreatif khususnya digital. Kemudian, mengarah menjadi webinar yang kerap digandrungi mahasiswa, fresh graduate, maupun yang ingin switch career dan untuk mengisi waktu.
Siapapun yang menjadi content creator harus bertanggungjawab dengan konten yang dibuat. Ada dua sisi yang perlu dibicarakan. Begitulah sebut Content Creator, Andovi da Lopez dalam Webinar Insight "Content Creator - The Untold Story". Powered by ACLC KPK pada November 2022 lalu.
"Sebagai content creator jangan terpaku dengan viral dan views. Itu bukan tujuan terbaik. Namun, harus memiliki value. Jangan berpikir instan seperti nasi goreng ter dan ter," tegasnya.
Sisi lainnya yakni sebagai viewer atau yang mengkonsumsi konten. Katanya, semua platfrom digital seang berlomba menggaet attenttion manusia. "Sebagai manusia yang mudah penasaran dan suka menonton maka harus memiliki habit agar tidak termakan viralitas atau hebohnya. Harus bisa memiliki critical thinking. Harus cross check di media lain," imbuhnya.
Ia pun mengutarakan dan selalu bilang, tujuan berkarya yakni seperti dasar negara. Harus clear dari segala sisi. Laki-laki yang menggeluti dunia digital sejak usia 17 tahun dalam webinar menegaskan bahwa PR generasi sekarang, bagaimana memberikan impact sebaik-baiknya. Tidak hanya untuk dirinya namun orang lain.
"Critikal thinking netijen di Indo masih rendah. Aku sadar bahwa aku bukan yang paling paham semuanya. Maka, aku ingin terus belajar dan bertanya. Dari situ habit critical thinking terbangun. Aku pun pertanyakan benar tidaknya. Untuk itu turunkan ego untuk merasa bisa dan tahu," sebutnya kepada peserta webinar yang didominasi anak muda.
Lebih dalam, Andovi pun menyebut bahwa ada filsuf yang bilang, "gw tau kalau gw ga tau apa-apa." Perlu juga penekanan menumbuhkan critical thinking laykanya olahraga. "Untuk melatih critical thinking itu simple seperti olahraga. Itu nantinya akan menumbuhkan konsisten. Harus care dengan opini yang berlawanan dengan pandangan kita. Seperti cara pandang gen z juga harus dipelajari," pintanya.
Lelaki itu pun mengungkapkan, dirinya sudah buat 300 video namun orang tau hanya 3 atau 4 video karena lebih menerapkan value.
Pemateri lain yakni Kepala Satgas Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi, Dian Rachmawati. Dalam webinar yang berlangsung, terkait yang bertanggungjawab dengan konten yang dibuat perlu adanya observasi perspektif baru dengan cara perkuat kemampuan listening dan memahami.
"Selain kemampuan listening dan memahami, perlu adanya kemampuan dalam hal membaca. Bacaan merupakan harta karun untuk observasi. Bertanya dengan kata urutan why, what, dan how," terangnya.
Dengan begitu, Dira sapaan akrabnya melanjutkan, akan mengetahui alasan seseorang memposting hal tersebut. "Mengapa itu dan bagaimana itu terjadi?" ulasnya.
Sementara, bagaimana menghadapi sosial media dan anti korupsi saat ini, Dira utarakan, berdasarkan riset satu orang memiliki minimal 10 orang. Dalam perjalanannya bisa menjadi bagian untuk menyebarkan anti korupsi. Coba observasi cari tujuan dan fakta lainnya agar dalam merespon lebih logis.
"Indonesia ini luar biasa dalam mencintai merah putih. Perlu adanya positif team agar menciptakan positif vibes. Meski merah berani, namun saat di lampu merah mereka telah paham bahwa itu simbol untuk berhenti. Jika saya perhatikan, sisi bertanggungjawab sudah mulai meningkat," akuinya.
Di menit terakhir, Andovi menambahkan, perlu adanya super hero untuk menjadi super star. Sehingga, pemahaman anti korupsi tetap ada dalam tiap individu. (Sofiah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H