Sementara itu Ratna, ibu Icha, mencurahkan keluh-kesahnya pada Burhan, suami yang sangat mengasihinya.
"Icha itu benar-benar anak kurang ajar. Berani-beraninya sampai sekarang dia masih menentangku. Dia sepertinya masih menyimpan dendam karena waktu kecil tidak kuperhatikan. Jadi meskipun aku sudah berusaha menebus kesalahanku dengan memintamu mentransfer sejumlah uang padanya setiap bulan, hatinya tak luluh juga. Lalu aku harus bagaimana agar dia mengerti bahwa ibunya ini sungguh-sungguh menyesali kesalahannya di masa lalu?"
Tangisan wanita itu menyeruak. Dirinya mengakui bahwa waktu Icha masih kecil, dia lebih mencurahkan perhatiannya pada Cahyo. Entah mengapa hati Ratna langsung terpaut pada anak laki-laki satu-satunya itu begitu bocah itu lahir ke dunia. Ditambah dengan sikap Cahyo yang sangat penurut sejak kecil. Anak itu parasnya juga ganteng dan lucu dengan pipinya yang chubby. Jauh berbeda dengan kakak perempuannya yang tinggi kurus, berwajah muram, dan tidak menarik.
Sorot mata Icha sering memancarkan perasaan tidak terima jika ditegur oleh ibunya. Ratna jadi terpancing emosinya dan sering menyakiti anak sulungnya tersebut. Pukulan dan makian sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Icha semasa kecil dan remaja. Hal itu ternyata berdampak buruk pada kepribadian gadis itu.
Anak itu menjadi tertutup dan kurang percaya diri. Teman-temannya bisa dihitung dengan jari. Tak jarang Icha mendapatkan verbal bullying di sekolah. Baru ketika kuliah gadis itu mulai dapat mengekspresikan dirinya dengan mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Kepribadiannya mengalami perkembangan dan dirinya mulai menjalin kedekatan dengan Markus yang sekarang menjadi suaminya.
Perlakuan Ratna terhadap anaknya itu juga menjadi sedikit lebih baik. Dia senang melihat Icha mulai percaya diri dan merawat kecantikannya. Tidak seperti dulu yang bagaikan pembantu jika berjalan berdampingan dengan ibunya.
Suatu ketika terjadi pertengkaran besar di antara mereka. Icha mengungkapkan semua luka batinnya selama dia masih kecil hingga remaja.
"Ibu tak pernah memberiku kesempatan untuk memilih!" seru Icha waktu itu. "Baju, tas, sepatu, dan sandal Icha selalu Ibu yang pilihkan. Setiap kali aku memilih model yang kusukai, Ibu selalu bilang jelek, seperti barang murahan. Jadi akhirnya Icha terpaksa menyetujui pilihan-pilihan Ibu. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki! Setiap kali Icha berada di toko untuk membeli sesuatu, yang ada di benak Icha adalah apakah Ibu akan menyetujui pilihan Icha, ya? Setelah aku dewasa, akhirnya kusadari bahwa hal itu tidak sehat. Tidak sehat!"
Mendengar kenyataan itu dibeberkan di hadapannya, Ratna melongo. Dia sejujurnya sudah lupa-lupa ingat apa saja yang terjadi di masa lalu. Benarkah dia tak pernah memberi Icha kesempatan untuk memilih barang-barang yang disukainya?
"Ibu juga selalu mencampuri pertemanan Icha. Ibu selalu menyindir teman-teman Icha miskin semua, tidak ada yang punya mobil seperti teman-teman anak tetangga. Kalau teman-teman menelepon ke rumah, Ibu sering bilang Icha sibuk, tidur, atau alasan-alasan lainnya supaya mereka tidak bisa ngobrol dengan Icha di telepon."
"Masa Ibu melakukan semuanya itu, Icha? Ibu tidak ingat sama sekali."