Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salah Asuhan (2)

31 Juli 2022   20:46 Diperbarui: 31 Juli 2022   21:02 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah apa sebabnya hubungan percintaan anakku dengan purel itu kandas. Aku bahagia sekali. Terbersit dalam hatiku untuk mencarikan istri yang baik untuk Rendy. Tuhan menjawab doaku. Dipertemukannya aku dengan ibu Saskia dan akhirnya anak gadisnya menjadi menantuku.

Thomas sendiri sudah pergi merantau ke Surabaya semenjak lulus SMA. Anak bungsuku itu seorang pekerja keras. Juga tidak suka berfoya-foya. Sifatnya jauh bertolak-belakang dengan kakak kandungnya. Setiap bulan dia rutin mengirimiku uang, yang akhirnya banyak kuberikan pada Rendy.

"Hidup Bang Rendy sia-sia karena terlalu dimanjakan oleh Mama," kata Thomas lagi. "Saskia lama-lama bosan dengan suaminya yang tak bisa diandalkan. Akhirnya dia tergoda dengan pria tua kaya-raya. Perempuan itu sampai tega meninggalkan suami dan anak kandungnya sendiri! Bang Rendy frustasi lalu sakit-sakitan. Terjadi komplikasi ini-itu yang menyebabkan dia meninggal dunia. Tragis sekali nasibnya, Ma...."

Air mataku menitik. Memang tragis sekali nasib anak kesayanganku itu. Aku telah berdosa besar menjodohkan dirinya dengan Saskia. Perempuan itu ternyata materialistis. Tak kuduga hatinya busuk sekali. Padahal selama menjadi menantuku, aku sering memberinya uang, baju, makanan, dan lain-lain dengan tujuan supaya dia tetap bertahan dalam perkawinannya!

Tangan Thomas mengusap air mataku. "Maafkan Thomas, Ma, sudah mengungkit-ungkit masa lalu. Tujuanku sebenarnya untuk menyadarkan Mama agar tak mengulangi kesalahan yang sama. Sonny itu anak Bang Rendy satu-satunya. Dia darah-dagingku juga. Aku membeli rumah di Malang ini karena Mama tidak mau ikut aku tinggal di Surabaya. Aku tahu Mama berat meninggalkan kota ini karena dulu ingin tinggal dekat dengan Bang Rendy dan Sonny. Aku tidak mengizinkan mereka berdua tinggal di rumah ini dengan tujuan agar Bang Rendy bisa mandiri. Tidak menggantungkan hidupnya terus pada Mama dan aku. Ternyata umurnya tidak panjang. Kemudian barulah aku meminta Sonny untuk menemani Mama tinggal di rumah ini. Tapi lagi-lagi aku kecewa. Anak itu tak ubahnya Bang Rendy yunior. Dan Mama berkontribusi besar menjadikannya seperti ayahnya!"

Aku tersenyum sinis. Bisa kubayangkan Warni sering melaporkan apa yang terjadi di rumah ini pada istri Thomas. Aku tidak menyukai wanita itu. Dia dulu sering menasihatiku agar tak memanjakan Sonny. Aku menganggapnya iri hati karena aku tak begitu dekat dengan anak-anaknya.

Lha, mereka tinggal di Surabaya. Beda kota denganku yang tinggal di Malang. Tentu saja batinku lebih terikat dengan Sonny yang tinggal lebih dekat denganku. Apalagi dia adalah cucu pertamaku, anak tunggal putra kesayanganku!

Suatu ketika kumarahi habis-habisan istri Thomas. Wanita itu diam saja. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Dan semenjak saat itu dia jarang sekali datang mengunjungiku. Paling cuma setahun sekali, yaitu waktu tahun baru. Meneleponku juga hampir tidak pernah. Thomaslah yang masih rutin datang mengunjungiku dua bulan sekali. Itupun sendirian. Tanpa membawa anak-anaknya.

Aku tak peduli. Hidupku sekarang hanya untuk Sonny. Karena anak itu adalah peninggalan Rendy satu-satunya. Aku ingin terus membahagiakannya demi menebus rasa bersalahku pada mendiang ayahnya.

Dan akhirnya sore itu Thomas lagi-lagi meninggalkan rumahku dengan raut wajah kecewa. Dia pulang ke Surabaya dengan menyetir mobil sendiri. Sonny tadi sempat diajaknya ngobrol sebentar. Thomas berpesan agar keponakannya itu belajar mengurus dirinya sendiri. Tidak merepotkan aku yang sudah tua. Cucu kesayanganku itu manggut-manggut saja. Sedikit pun tak berkomentar.

Yah sudahlah. Bagiku yang penting Sonny hidup tenteram bersamaku di rumah ini. Walaupun sikap dan perilakunya seperti anak kecil, setidaknya dia tidak membuat ulah sebagaimana ayahnya sewaktu masih hidup dulu.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun