Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petuah Eyang (3)

29 Juli 2022   12:47 Diperbarui: 29 Juli 2022   12:52 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya Tuhan, kumohon tunjukkanlah jalan yang terbaik bagi keluarga kami. Aku sudah pasrah dengan apapun keputusan Mama di balik pintu kamarnya. Aku hanya ingin berbaring diatas tempat tidurku...memejamkan mata, terlelap dalam tidur yang panjang, dan ketika terbangun...abakadabra!!! Duniaku kembali indah seperti dahulu kala dengan Martha sebagai adik sepupuku dan tak pernah ada aib apapun antara Tante Karin dengan ayahku.

***

Akhirnya Mama mengambil keputusan untuk berpisah dengan Papa. Keesokan harinya ia mengajak Eyang tinggal di hotel untuk sementara waktu sembari mencari sebuah rumah kontrakan yang layak buat dihuni. Aku diberi pilihan bebas untuk ikut bersama mereka atau tetap tinggal bersama Papa. Kupilih alternatif yang pertama karena aku ingin mendampingi Mama melewati masa-masa sulit ini.

Papa tak henti-hentinya meminta maaf kepadaku dan bersujud memohon ampunan Eyang. Nenekku itu tidak berkata apa-apa, hanya menatap ayahku dengan ekspresi sedih dan kecewa. Aku hanya bisa berkata supaya Papa baik-baik tinggal sendirian di rumah, aku akan berusaha sesering mungkin mengunjunginya.

Papa mengangguk terharu dan kemudian menyuruhku membawa satu dari dua mobil yang kami miliki. Kupilih mobil yang paling sering kukendarai dan berangkatlah diriku, Mama, beserta Eyang menuju ke hotel terdekat untuk bernanung sementara waktu. Di perjalanan kuterima pesan WA dari Papa yang memperlihatkan foto bukti transfer sejumlah besar uang dari mobile banking miliknya ke rekeningku . Aku sungguh merasa terharu. Papa benar-benar masih berusaha menjadi kepala rumah tangga yang baik dengan mencukupi kebutuhan finansial kami.

Beberapa hari kemudian kami berhasil menemukan rumah kontrakan yang memadai dan Mama mengajukan gugatan cerai ke pengadilan negeri. Aku masih tetap melanjutkan kuliahku seperti biasa, seperti tak pernah terjadi apa-apa. Bulan demi bulan berlalu dan akhirnya palu hakim diketokkan menandai putusnya secara hukum hubungan suami-istri antara kedua orang tuaku. Mama mendapatkan hak atas mobil yang sudah menemani kami selama ini dan tunjangan bulanan dari Papa. Rumah lama kami masih ditempati Papa dan kelak akan diwariskan seutuhnya kepadaku sebagai anak tunggal.

Sebenarnya secara agama Katolik yang kami anut, gereja tidak memperkenankan terjadinya perceraian apapun alasannya, selama kedua belah pihak masih hidup. Akan tetapi Mama tidak mempedulikan hal itu. Dirinya sudah merasa puas bisa resmi berpisah dengan Papa secara hukum negara. Adapun mengenai hukum agama, beliau berkata,"Biarlah hal itu menjadi pertanggungjawabanku secara pribadi dengan Tuhan."

"Apakah Mama belum memaafkan Papa?"

 Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun