Bu Olga mengangguk. Kulanjutkan ucapanku, "Cuma saya sampaikan dulu di depan ya, Bu. Seandainya putri Ibu nanti jadi bersekolah di tempat kami, ada kemungkinan di bulan-bulan awal harus memakai jasa seorang guru pendamping yang membantunya untuk mengikuti aktivitas sekolah dengan baik.
Guru tersebut kami latih supaya bisa sinkron dengan guru kelas. Tentunya ada biaya tersendiri setiap bulannya, di luar uang sekolah. Nanti setelah tiga atau empat bulan, kami evaluasi apakah Sonia sudah bisa mandiri dan tidak membutuhkan pendampingan lagi, ataukah masih perlu dilanjutkan. Bagaimana, Bu?"
"Baiklah, saya memahami konsekuesi itu. Jadi kapan Sonia bisa saya ajak kesini untuk menjalani free trial?"
Lalu Ella yang sejak tadi diam saja menyebutkan jadwal free trial untuk putri Bu Olga. Wanita itu tampak lega dan tak lama kemudian berpamitan.
"Saya penasaran seperti apa Sonia itu, Bu. Baru dua minggu masuk sekolah, tapi sudah membuat guru-gurunya kewalahan. Kalau ternyata guru-guru kita juga merasa kesulitan menanganinya bagaimana, Bu?" cetus Ella agak kuatir.
"Bukankah Bu Olga tadi bilang tidak apa-apa kalau akhirnya tidak diterima di sekolah ini? Saya lihat beliau cukup bijak menyikapi kondisi anaknya.yang spesial. Yah, mudah-mudahan kita mampu membantunya," jawabku apa adanya. Ella tersenyum kecut mendengarnya.
***
Parasnya imut menggemaskan, kulitnya putih bersih, perawakannya ramping, dan rambutnya pendek hitam lebat. Kontak matanya cukup bagus, tidak menerawang seperti anak berkebutuhan khusus pada umumnya. Caranya berjalan juga biasa saja, tidak berjinjit ataupun menghentak-hentakkan kaki.
Ia juga tidak meracau seperti kebanyakan anak autis yang pernah kulihat di kelompok bermain tempatku dulu mengajar. Sekilas anak ini tampak normal bagaikan anak-anak lain sebayanya. Tuhan sepertinya sedang bergurau dengan menciptakan anak kecil semenarik ini sebagai seorang penyandang autis!
Setelah memperkenalkan putrinya kepada kami, Bu Olga menanyakan apakah dirinya harus menunggui di luar kelas atau diperbolehkan untuk meninggalkan saja anaknya di sekolah supaya kami lebih leluasa untuk melakukan observasi. Vivi, wali kelas TK A menoleh ke arahku menanti jawaban.Â
Aku berkata dengan sopan,"Seandainya Ibu ada keperluan lain, tidak apa-apa Sonia dititipkan di sini saja sampai pulang sekolah pukul dua belas siang. Kami akan berusaha menanganinya dengan baik."