Tampaknya Jokowi tak ingin para penyintas berlama-lama menanggung dampak gempa bumi dan tsunami yang menimpa Lombok dan Palu, serta daerah terdampak di sekitar. Hari ini (kamis, 18/10), Presiden bersama rombongan terbang ke NTB untuk menyerahkan langsung buku tabungan stimulan pembangunan rumah, sekaligus meninjau pembangunan Rumah Instan Sehat Sederhana (RISHA) dan menyerahkan beasiswa untuk mahasiswa yang terdampak bencana.
Tak tanggung-tanggung, Presiden juga telah menyederhanakan syarat pencairan dana bantuan pembangunan rumahi. Prosedur yang sebelumnya membutuhkan 17 formulir telah dipangkas, sehingga penerima bantuan rumah cukup mengisi satu lembar formulir untuk mencairkan dana bantuan pemerintah.
Presiden cukup paham, dalam situasi bencana, prosedur berlapis sangat membebani korban, sehingga harus dibuat sesederhana mungkin, namun akunabilitas tetap terjaga.
Guna menjaga akuntabilitas itulah, pemerintah juga mengefektifkan modal sosial warga di daerah terdampak. Caranya, dana pembangunan rumah itu disalurkan melalui kelompok-kelompok masyarakat (Pokmas), yang masing-masing terdiri dari 10-20 orang.
Dengan begitu, para penerima bantuan yang sudah diverifikasi Pemerintah Kabupaten/ Kota bisa saling mengontrol. Mereka akan turut memastikan bahwa bantuan memang disalurkan untuk mereka yang berhak mendapatkan.
Selebihnya yang tak kalah penting, pembangunan rumah kembali oleh para korban, harus menghasilkan bangunan yang lebih tahan gempa. Ini salah satu prinsip penting manajemen bencana, di mana rekonstruksi tidak hanya dilakukan untuk membangun kembali, tapi juga meningkatkan kualitas bangunan, sehingga lebih resisten ketika mengalami bencana serupa.
Untuk itulah, pemerintah juga mengerahkan tenaga pendamping, yang mencakup pihak pemerintah, profesional dan relawan. Salah satu fokus pendampingan, yaitu membantu warga menerapkan konsep Rumah Instan Sehat Sederhana (RISHA), mengingat konsep ini sudah teruji tahan terhadap gempa.
Tak berhenti di situ, pemerintah juga mengefektifkan BUMN guna mempercepat pembangunan fasilitas-fasilitas publik yang terdampak bencana. Dengan skema ini, tanggap darurat bencana di Sulteng diharapkan sudah selesai dalam dua bulan ke depan. Selebihnya, penanganan bisa bergeser ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi yang secara keseluruhan akan selesai pada akhir 2019.
Adapun di NTB, pemerintah telah menyelesaikan 39 fasilitas publi, yang diprioritaskan untuk fasilitas pendidikan dan kesehatan. Dengan begitu, para pelajar diharap bisa mulai bersekolah dengan normal, dan layanan kesehatan juga mulai beroperasi dengan baik.
Langkah-langkah penanganan bencana itu tak lepas dari gerak cepat yang telah dilakukan Presiden Jokowi selama ini. Seperti kita tahu, saat awal gempa bumi NTB maupun Sulsel, Presiden langsung mengunjungi dan bertatap muka dengan para korban.
Dari langkah awal itulah, presiden mendapat masukan, gambaran dan menyaksikan sendiri kondisi lapangan. Alhasil, Presiden pun memiliki data awal yang valid untuk disusun menjadi skema kebijakan.
Selain itu, Jokowi juga pro aktif mengelola potensi internal untuk dilibatkan dalam penanganan bencana. Sejak awal bencana Lombok misalnya, Jokowi mengonsolidir seluruh kepala-kepala daerah di Indonesia untuk turut mengulurkan tangan, membantu saudara kita yang tertimpa bencana.Â
Selain mengumpulkan bantuan, tindakan ini juga dilakukan guna mengefektifkan elan solidaritas kebangsaan kita, di mana persoalan suatu daerah harus ditanggung bersama oleh segenap anak bangsa.
Dan ketika banyak kelompok mendorong penetapan status bencana nasional untuk Lombok dan Palu, Jokowi pun tak mau gegabah menyambut desakan itu. Dia sadar, status bencana nasional bisa berdampak serius terhadap sistem tata kelola pemerintahan, mengingat setiap pihak dari luar negeri bisa leluasa masuk dan setiap kelompok di dalam negeri bisa menjamu tamu asing dengan leluasa. Jika gegabah, kondisi itu bisa menurunkan marwah kedaulatan kita.
Tapi Presiden juga tak ingin menutup diri dari bantuan luar, dan dia pun menginstruksikan Kepala BKPM untuk mengelola bantuan-bantuan dari luar negeri.
Dan terakhir, pekan lalu, ketika banyak pihak mengkritik pemerintah yang menjamu tamu-tamu internasional dalam pertemuan IMF-World Bank, Presiden pun membuktikan bahwa pertemuan itu pun bisa disingkronkan dengan upaya penanganan bencana di Lombok dan Palu. Para peserta IMF-World Bank telah menyalurkan donasinya untuk penanganan bencana, dan masih ada dana talangan sebesar 15 triliun yang disediakan World Bank untuk penanganan benca tersebut.
Begitulah sistem tata kelola yang baik, ketika setiap masalah harus dihadapi dengan penuh rasa empati, tapi tetap optimis dan dilandasi semangat dedikasi. Alhasil, setiap masalah adalah tantangan bagi negeri kita untuk berkembang menjadi bangsa yang lebih baik, lebih maju, dan tentu saja lebih peka terhadap bencana, mengingat negara kita hidup di tengah lingkaran api bencana alam.
Dan Jokowi telah membuktikan semua itu, dengan gaya kepemimpinannya, kita telah melihat masalah-masalah itu tertangani, satu demi satu. Maju terus Pak Presiden!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI