Mohon tunggu...
Sofia Amalia
Sofia Amalia Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Guru PAUD

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Confirmation Bias: Kecenderungan Membuktikan Dugaan Secara Subyektif

28 Mei 2021   07:17 Diperbarui: 28 Mei 2021   07:28 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu bertemu dengan orang yang sangat mempertahankan argumennya hingga ia ngotot mencari dan menunjukan bukti? Contohnya seseorang yang mempercayai teori bumi datar, ketika beradu argumen dengan orang lain ia terus mempertahankan apa yang ia percayai.

A: "Intinya bumi itu datar! Kamu lihat pake matamu!, apakah lapangan itu melengkung?"

B: "Lapangan itu memang datar, bumi ini besar dan pandangan kita terbatas, jadi jangan bandingkan lapangan yang kecil dengan bumi secara keseluruhan. Coba deh kamu lihat globe, bentuknya bulat kan?"

A: "Itu Cuma akal-akalan ilmuan, globe buatan manusia, dalam al-Qur'an sudah dijelaskan. Kamu lebih percaya Ilmuwan atau al-Qur'an?"

Mungkin contoh di atas agak sensitif, tapi saya yakin kita sering menemukan orang-orang yang seperti ini. Mereka melakukan segala cara untuk membenarkan apa yang mereka percaya, bahkan sampai bawa-bawa agama.

Si A dengan sangat percaya diri mempertahankan apa yang ia percayai. Untuk mengonfirmasi kebenarannya ia kemudian membawa-bawa al-Qur'an, sedangkan keilmuannya dalam al-Qur'an (maaf)  masih dalam taraf baca tulis. Saya bukan ahli agama, tapi yang saya ketahui--untuk memahami makna sesungguhnya dalam ayat al-Qur'an, seseorang harus mempelajari tafsirnya, bukan sekedar membaca terjemahan bahasa indonesia.

Selain contoh di atas, ada contoh aneh yang pernah beredar di masyarakat.

"Gempa bumi yang terjadi di wilayah X disebabkan oleh azab LGBT"

Lagi-lagi ada yang membawa-bawa kitab suci untuk mengonfirmasi hal yang mereka yakini. Jujur saja, saya yakin sebagian besar dari mereka (maaf) masih awam dalam ilmu agama. Dan lucunya, mereka seolah-olah menjadi tangan kanan Tuhan yang mengetahui segala macam hal yang terjadi. Atau jangan-jangan jobdesk malaikat Jibril sudah diambil alih?

Mengapa kita sangat ingin membuktikan dugaan kita sendiri, meskipun dugaan tersebut salah?

Dokpri
Dokpri

Kecenderungan manusia dalam mebuktikan dugaannya dinanamakan konfirmasi bias, salah satu jenis dari bias kognitif. Orang dengan bias konfirmasi akan berusaha mencocoklogikan dugaannya dengan informasi atau fakta yang ada. Sayangnya mereka hanya akan mencari informasi yang membenarkan dugaan mereka, jika mereka temukan informasi yang bertolak belakang, mereka akan menutup informasi tersebut dan tetap teguh dengaan dugaan mereka. Mereka akan merasa benar walaupun mereka sendiri sudah mengetahui bahwa dugaan mereka salah. Dugaan mereka ini tidak sekedar hipotesis  biasa melainkan sangat mereka percayai.

Kembali ke contoh bumi datar, si-A sudah puas dengan dalil dalam al-Qur'an yang ia temukan, karena sudah mendukung apa yang ia percayai. A tidak lagi mencari tahu tafsir dalam ayat tersebut. Jika si-A mencari tahu tafsirnya--dan jika tafsir dari ayat tersebut bertolak belakang dengan kepercayaannya, maka ia akan mengabaikan tafsir tersebut. Ia akan mengabaikan fakta yang bertolak belakang, bahkan sudah dijelaskan oleh si-B berdasarkan beberapa fakta yang ada, si-A tetap teguh dengan yang  ia percayai.

Bias Konfirmasi Ada di Setiap Orang, yang Liberal hingga Konservatif

Awalnya saya mengira bias ini hanya terjadi pada orang-orang yang konservatif saja. Nyatanya, setiap orang bisa mengalami. Bahkan ketika kita memiliki pengetahuan tentang  bias konfirmasi bukan berarti kita tidak akan berpikir bias, mungkin kita hanya berusaha menghindari, namun kita tidak benar-benar terhindar.

Seorang dokter juga berpeluang mengalami konfirmasi bias saat mendiagnosis pasiennya. Ketika Dokter menanyakan gejala yang terjadi pada pasien, iya akan membuat dugaan awal---misalnya penyakit X. Namun dengan pikiran bias,  selanjutnya dokter hanya akan menanyakan gejala-gejala yang sesuai dengan penyakit X dan mengabaikan gejala-gejala lainnya.

Bias konfirmasi sering terjadi di saat pemilu. Misalnya Pemilihan Presiden pada tahun 2019 lalu, orang yang mendukung pak Prabowo akan cenderung mencari tahu prestasi dan kebaikan pak Prabowo, dan mengabaikan kekurangan beliau. Tidak sedikit juga pendukung pak Prabowo yang membenci pak Jokowi selaku lawan, sehingga mereka lebih cenderung mencari kekurangan-kekurangan pak Jokowi. Begitu juga dengan pendukung pak Jokowi, mereka akan cenderung mencari-cari kebaikan pak Jokowi dan juga mencari-cari kekurangan pak Prabowo.

Kenapa kita percaya HOAX?

Di zaman digital seperti sekarang ini, informasi dengan sangat cepat beredar. Kemampuan kita yang minim dalam memilah dan memilih berita membuat kita lebih mudah termakan Hoax. Bias konfirmasi juga membuat kita percaya terhadap berita Hoax. Misalnya seseorang dengan keyakinan atau dugaan A, tiba-tiba ia menemukan sebuah berita yang mendukung dugaannya (padahal berita tersebut adalah Hoax). Karena pikirannya yang bias, ia langsung terlanjur percaya. Ia juga tidak memperdulikan berita yang fakta, karena akan bertolak belakang dengan dugaannya. Dan buruknya, demi membuktikan ia benar malah di-share ke grup keluarga.

Beberapa bulan terakhir juga ada Hoax berupa pamflet seminar tentang politisi M dan N yang akan mencalonkan diri di pilpres selanjutnya. Kebetulan saya melihat di story whatsapp seorang teman, dengan caption story menggunakan emoticon marah. Kebetulan ia sedikit kontra dengan politisi tersebut. Kemudian saya bertanya:

"Ini beneran seminarnya? Gak hoax kan?"

"Sepertinya benar"

"Kok sepertinya?"

Sayapun mencari tahu kebenaran pamflet tersebut. Dan ternyata benar-benar HOAX. Saya mengirim beberapa berita ke teman saya tadi, dengan harapan ia menghapus story HOAX, tapi ia malah tidak menghapusnya. Buruknya, ketika saya hendak mengecek story WhatsApp, sudah ada beberapa orang yang membuat story hasil repost teman saya sebelumnya.

Referensi:

How Confirmation Bias Works (Verywellmind)

What Is Confirmation Bias? (Psychology Today)

Confirmation Bias (SimplyPsychology)

Confirmation Bias (Britannica)

Confirmation Bias in 5 Minutes (Thought Monkey-YouTube)

The Confirmation Bias (Sprouts-YouTube)

Mengapa Orang Mudah Percaya hoax (KokBisa?-YouTube)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun