Mohon tunggu...
Sofia Amalia
Sofia Amalia Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Guru PAUD

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kata Mereka, Aku Tak Bisa Apa-apa

21 September 2020   15:09 Diperbarui: 21 September 2020   15:15 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang ayah pernah bertanya kepada kepala sekolah, kira-kira apa karir yang bisa dipertimbangkan untuk masa depan anak saya? Sebagian besar siswa menceritakan kepada gurunya, bahwa putra dari seorang ayah tersebut adalah anak yang pemalas, terganggu, dan tidak bisa mengingat apapun. Kepala sekolah pun menjawab, tidak peduli dengan apa yang anakmu lakukan, dia tidak akan berarti apa-apa. Nama ayah itu adalah Herman, dan anaknya yang pemalas dan terganggu tadi adalah Albert Einstein.

Kira-kira seperti itulah kutipan dari perkataan Josh Shipp, seorang Education Speaker, ketika menjadi pembicara di TEDx Talks. Latar pada kisah Einstein kecil dalam kutipan tadi, kurang lebih terjadi pada tahun 1895.

Sebelumnya izinkan saya bercerita, beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah cuitan menarik di Twitter, cuitan tersebut berasal dari seorang mahasiswa yang ditujukan untuk guru bahasa inggrisnya semasa SMA,

"Untuk guru bahsa inggris yang dulu selalu ngeremehin gw, sorry ya bu, sekarang score IELST saya di atas 5.5 "

Jarak waktu antara kisah einstein kecil dan seorang mahasiswa tadi terbilang cukup lama, hampir satu setengah abad lamanya. Akan tetapi hal yang sama terus terjadi, dan saya rasa pembaca sekalian juga menemukan kejadian semacam ini.

Tidak semua anak seperti Einstein atau mahasiswa tadi, walau "diremehkan" mereka tidak peduli dan terus mengasah bakat mereka. Jika hal yang sama terjadi pada anak-anak lainnya, tentu tidak semuanya akan seperti Einsten. 

Tidak sedikit dari mereka yang merasa tidak nyaman, pesimis, atau yang oleh anak muda jaman sekarang menyebutnya sebagai Insecure. Dampaknya, anak tidak termotivasi untuk terus mengasah bakat mereka, dan tentunya akan menimbulkan efek jangka panjang.

Einstein Kecil (businessinsider.com)
Einstein Kecil (businessinsider.com)

Mari bersama-sama kita memberikan ucapan-ucapan positif untuk mendorong mereka terus mengasah bakat yang mereka miliki.  Karena dari kisah tadi, saya pribadi sangat merasa tertegur, dan harapan saya kita semua semakin sadar mengenai dampak lingkungan terhadap masa depan anak. 

Untuk itu, saya mengajak pembaca sekalian untuk sama-sama mempelajari bagaimana bakat dan kreativitas anak berkembang, sebelumnya, mari kita pahami terlebih dahulu mengenai konsep awal perkembangan kognitif anak.

Konsep perkembangan kognitif

Untuk mencapai kecerdasan manusia sepenuhnya, tentunya tidak terjadi secara instan, ada proses yang akan dilalui. Dalam setiap prosesnya, manusia akan mengalami perkembangan pola berpikir atau perkembangan dalam memahami suatu konsep tertentu, ini yang disebut dengan perkembangan kognitif.

Teori kognitif yang paling santer dalam psikologi perkembangan adalah teori milik Jean Piaget.Dalam teorinya, Jean Piaget membagi ke dalam empat tahapan perkembangan kognitif, tahapan-tahapan tersebut ialah tahap sensorimotor, praperasional, operasional konkrit, dan operasional formal. 

Tahap sensorimotoris berlangsung ketika usia 0-2 tahun, dalam tahapan ini Piaget menyimpulkan bahwa anak mendapatkan pengetahuannya melalui koordinasi pengelaman-pengelaman panca indra. 

Tanpa perlu menjelaskan lebih dalam, kita tentu bisa membayangkan sendiri bagaimana keadaan anak usia 0-2 tahun, perkembangan fisik yang belum sempurna membuat mereka mengenal dunia dengan mendengar, melihat, dan aktifitas sensoris lainnya.

Selain itu, anak juga memiliki gerakan-gerakan refleks khusus, contohnya di saat anak akan disusui, saat puting dot diletakan pada bibirnya, bayi secara refleks memasukannya ke dalam mulut.

Tahap Praoperasional, pada tahap ini daya imajinasi anak mulai berkembang. Berlangsung selama usia 2-7 tahun, dalam tahapan ini rasa ingin tahu anak tidak bisa terbendung. 

Anak akan sering memberikan pertanyaan-pertanyaan, dan tidak sedikit orang tua dibuat pusing oleh pertanyaaan-pertanyaan. Menurut saya pribadi, kita sebagai lingungan anak perlu bersabar, dan tidak melakukan hal-hal yang dapat mengurangi rasa ingin tahu anak.

Selanjutnya, perkembangan berpikir anak semakin logis, memehami konsep-konsep tertentu, memahami klasifikasi, dan mampu membuat urutan suatu objek. 

Sederhananya, anak mampu memahami untuk mendapatkan 5, bisa dengan 2 + 3 atau 4 + 1. Tahapan ini disebut Piaget dengan istilah Operasional Konkret yang berlangsung dari usia 7-11 tahun.

Sedangkan tahapan yang terakhir adalah operasional formal yang berlangsung dari usia 11 tahun hingga dewasa, anak sudah mampu berpikir rasional dan abstrak tanpa perlu melihat langsung suatu hal yang konkrit. Lebih memahami sebab dan akibat suatu hal, dan memahami identitas diri.

Bakat

Mungkin teori Piaget tadi saya jelaskan tadi terlalu singkat, sehingga pembaca yang mungkin belum mengenal  teori tersebut kurang memahami. Jika ditarik benang merahnya, Jean Piaget membagi perkembangan kognitif manusia menajadi empat tahapan berdasarkan usia. 

Namun, karena diklasifikasikan berdasarkan usia, tidak sedikit yang mengkritik teori dari psikolog asal Swis tersebut. Dari berbagai asumsi perihal kompetensi anak, beberapa kemampuan kognitif ada yang akan mucul lebih awal atau malah sebaliknya, hal ini tergantungan lingkungan anak.

Jadi kalau anak, adik, sepupu kita yang perkembangan kognitifnya berkembang lebih awal, diberikan stimulasi-stimulasi yang positif agar semakin berkembang dengan baik. 

Begitupun dengan anak yang perkembangannya lebih lambat, terus diberikan dukungan, dan mari tinggalkan kebiasaan kita yang membandingkan antara anak satu dengan anak lainnya.

Karena bakat masih berkaitan dengan kecerdasan yang tentunya tidak jauh-jauh dari perkembangan kognitif, bakat juga akan muncul pada waktu tertentu, ini disesuaikan kembali dengan lingkungannya. 

Anak berbakat seperti Einstein kecil, malah yang muncul di awal menyerupai gangguan. Bukan hanya Einstein kecil, cukup banyak anak-anak berbakat yang menunjukan gejala yang sama meskipun belum ada pembuktian adanya relasi antara bakat dan masalah emosional.

Anak berbakat cenderung memiliki kecerdasan yang tinggi, kisaran IQ-nya bisa mencapai 130, bahkan bisa melebihi itu. Mereka sangat kompeten dengan bidang yang mereka tekuni, dan memiliki ambisi yang tinggi untuk menjadi seorang ahli.

Kreativitas

Nyatanya, orang-orang yang cerdas tidak selamanya memiliki kreativitas. Namun, sebagian besar orang-orang yang kreatif adalah orang-orang yang cerdas. Individu yang kreatif memiliki ciri pemikiran yang divergen. 

Mereka mampu memiliki banyak cara untuk menyelesaikan sesuatu bahkan menemukan cara-cara yang baru, itulah yang disebut tengan pemikiran divergen. Banyak orang-orang cerdas yang juga membuat berbagai produk, tetapi orang yang kreatif akan membuat produk yang baru atau yang belum pernah ada sebelumnya.

Menjadi orang-orang yang kreatif tentu menjadi dambaan semua orang, apalagi saya. Ada beberapa cara untuk mengasah kreativitas, salah satunya bergabung dengan orang-orang yang kreatif. 

Biasanya kita akan termotivasi dengan kreatifitas yang mereka miliki. Karena bergabung dengan orang yang kreatif, kita juga akan ikut brgabung dengan kegiatan mereka yang menuntun kita untuk juga berpikir kreatif. Selain bergabung denga  orang  yang kreatif, kita bisa memotivasi diri kita dengan mendorong untuk melakukan hal yang terbaik dan memuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun