Sistem pendidikan Indonesia yang  dikelola dalam kerangka birokrasi dan sentralisasi menjadi salah satu penyebab utama menurunnya kualitas pendidikan nasional. Proses perubahan kelembagaan ini  sangat lambat karena kekuasaan birokrasi mendominasi pengambilan keputusan dan sekolah-sekolah terjebak dalam struktur yang kaku. Meskipun desentralisasi diperkirakan akan mengalihkan kekuasaan ke daerah, pimpinan sekolah dan guru, yang paling memahami realitas pendidikan, masih terbatas dan tidak berdaya.
Konsekuensi dari sistem pendidikan birokrasi ini terlihat jelas dalam berbagai laporan internasional. Indonesia sering kali mendapat peringkat rendah dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan survei prestasi akademik, yang menunjukkan bahwa kualitas pendidikan  masih jauh dari harapan. Misalnya, siswa Indonesia memiliki prestasi paling rendah dalam  matematika dan sains dibandingkan negara lain.
Tantangan ini menjadi semakin mendesak seiring dengan transformasi pendidikan tinggi di era digital. Era digital memberikan peluang untuk  memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan sistem pendidikan dan meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pembelajaran. Siswa kini memiliki kesempatan untuk belajar secara mandiri, berkolaborasi dengan seluruh dunia dan mengembangkan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Namun, Â memanfaatkan peluang ini memerlukan reformasi birokrasi pendidikan secara menyeluruh. Hal ini mencakup peningkatan otonomi sekolah dalam pengambilan keputusan dan penerapan manajemen berbasis sekolah yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal. Langkah-langkah strategis tersebut diharapkan dapat membantu transformasi pendidikan tinggi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada dan lebih mempersiapkan mahasiswa Indonesia untuk bersaing di tingkat global.
Tantangan dalam transformasi digital dalam pendidikan
Meskipun digitalisasi membawa banyak peluang, kesenjangan akses terhadap teknologi masih menjadi tantangan serius dalam pendidikan di Indonesia. Menurut  BPS, sekitar 27% rumah tangga di Indonesia masih belum memiliki akses internet yang memadai. Hal ini  berdampak besar bagi mahasiswa di daerah terpencil yang  kesulitan  mengikuti perkuliahan online atau menggunakan sumber belajar digital. Tanpa  upaya bersama dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta, kesenjangan ini kemungkinan besar akan memperburuk kesenjangan pendidikan dan memperlebar kesenjangan antara mereka yang memiliki akses dan mereka yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan.
Selain itu, kurangnya kompetensi digital di kalangan siswa dan guru juga merupakan masalah yang signifikan. Banyak dari mereka tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkan teknologi digital secara maksimal. Literasi digital tidak hanya berarti kemampuan menggunakan aplikasi, tetapi juga  pemahaman tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk penelitian, kolaborasi, dan inovasi. Tanpa pelatihan yang tepat, siswa berisiko menjadi konsumen teknologi yang pasif, sehingga membatasi potensi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam dunia akademis dan profesional.
Peluang Melalui Transformasi Digital
Era digital telah menciptakan peluang besar bagi pelajar Indonesia untuk mengakses sumber belajar dari universitas ternama di  dunia. Platform pembelajaran online seperti Coursera, edX, dan YouTube Education menawarkan kursus gratis dan berbayar yang dapat meningkatkan keterampilan siswa di berbagai bidang. Akses yang  luas ini memberikan siswa peluang unik untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk bersaing di pasar kerja global. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Internet sebagai sumber belajar  meningkatkan kualitas pendidikan dengan memudahkan siswa menemukan informasi yang relevan dan terkini (Aminy, 2014)[3].
Selain itu, teknologi ini juga memungkinkan kolaborasi yang lancar di dalam dan antar negara. Mahasiswa kini dapat berkolaborasi dalam proyek penelitian dengan kolega dari universitas lain menggunakan platform seperti Zoom dan Google Workspace. Kolaborasi ini tidak hanya memperluas wawasan mereka, tetapi juga membantu mereka membangun jaringan profesional sejak usia muda. Teknologi membuat interaksi antar siswa menjadi lebih mudah dan efisien sehingga memungkinkan mereka bertukar ide dan pengalaman  berharga dalam proses pembelajaran (Darmawan, 2020) [4]. Transformasi digital ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar  mandiri dan berkolaborasi secara efektif, yang pada akhirnya  meningkatkan kinerja akademik mereka dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan  dunia kerja.
Sebab itu diperlukan cara agar dapat memaksimalkan peluang dan mengatasi tantangan-tantangan yang ada, ada langkah-langkah yang harus kita terapkan, seperti melakukan Pemerataan Infrastruktur dan Teknologi. Menurut saya Pemerintah perlu bahkan harus berupaya mempercepat pembangunan akses internet ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Kemitraan dengan perusahaan teknologi juga dapat menjadi solusi agar mahasiswa mendapatkan perangkat dengan harga terjangkau, karena tidak semua mahasiswa mampu untuk berlangganan akses internet dengan harga yang relatif mahal. Universitas juga perlu mengadakan Pelatihan Digital bagi mahasiswa maupun dosen. Misalnya, cara-cara memanfaatkan platform a.i dan pemanfaatan v-class sebagai sarana belajar mengajar. Para dosen juga perlu untuk memasukan unsur digital, seperti presentasi menggunakan canva untuk memberikan materi, atau memberikan tugas yang berhubungan dengan desain teknologi agar para mahasiswa punya keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kerja. Memberikan bantuan bagi Mahasiswa Kurang Mampu menurut saya juga penting, Supaya mahasiswa yang tidak mampu untuk mengakses internet mampu tetap terlibat dalam pembelajaran digital.