Luka Ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19 belum pulih total, ditambah dampak perang Rusia Ukraina yang menorehkan luka yang lebih dalam pada perekonomian dunia.
Perang Rusia Ukraina adalah perang berkelanjutan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Konflik yang terjadi di antara dua negara ini dimulai pada bulan  Februari tahun 2014 setelah revolusi Martabat Ukraina, dan pada awalnya berfokus pada status Krimea dan bagian dari Donbas yang di akui secara internasional sebagai bagian dari Ukraina.
Masalah antara Rusia dan Ukraina sebenarnya sudah ada sejak dahulu yaitu pada tahun 2014 dan kembali memanas pada bulan Februari 2022 kemarin. Masalah ini kembali memanas dikarenakan Ukraina yang ingin bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.
Negara Rusia merasa terancam karena keinginan Ukraina yang akan bergabung dengan Uni Eropa dan NATO. Ukraina akan menjadi front depan NATO serta NATO akan memperluas instalasi peluru kendali di wilayah Ukraina untuk menyerang Rusia dengan bantuan sekutunya di Eropa. Karena ketakutannya tersebut yang menyebabkan Rusia menyerang Ukraina secara besar-besaran. Serangan yang dilakukan berupa serangan militer, serangan siber dan serangan teknologi tepatnya pada 24 Februari 2022.
Negara Rusia dan Ukraina merupakan negara yang termasuk produsen dan eksportir utama sejumlah komoditas. Dengan terjadinya peperangan ini tentunya akan mempengaruhi supply chain yang di miliki oleh Rusia dan Ukraina.
Rusia merupakan negara eksportir kedua terbesar untuk minyak mentah, kemudian nomor tiga untuk ekspr batu bara, nomor satu pada ekspor gandum dan nomor tujuh dalam hal gas alam cair (LNG). Sementara Ukraina adalah eksportir seed oil terbesar dunia. Lalu jagung nomor empat dan gandum pada nomor lima. Oleh karena itu, efek perang rusia dan ukraina akan terasa di secara global. Efek yang paling terlihat adalah tekanan inflasi. (julita, 2022)
Dampak dari peperangan ini tentunya juga akan terasa pada negara negara lain yang masih berhubungan dengan negara Rusia maupun Ukraina. Dampaknya bagi negara bagian barat yaitu akan berpengaruh pada inflasi. Sedangkan di negara Timur Tengah dan Afrika Utara, disamping kenaikan harga komoditas juga berpengaruh karena kawasan tersebut adalah tujuan wisata turis Rusia dann Ukraina. Sementara dampak yang dirasakan di Eropa, pasokan gas alam menjadi tantangan yang paling besar disana.
Konflik yang terjadi antara rusia dan ukraina yang saat ini masih berlangsung berpotensi mengganggu  kinerja perdaganganan Indonesia dengan kedua negara. Konflik tersebut dapat menurunkan ekspor nonmigas Indonesia dan menghambat impor gandum sehingga berpotensi meningkatkan kenaikan harga sejumlah bahan pangan di dalam negeri. Porsi perdagangan Indonesia dengan Rusia dan Ukraina sesungguhnya nilainya tidak terlalu besar. Konflik saat ini yang terjadi diperkirakan hanya memberikan dampak berada pada kisaran 1%, baik untuk ekspor maupun impor (Media Indonesia, 26 Februari 2022). Namun komoditas perdagangan ke kedua negara merupakan komoditas yang cukup penting bagi Indonesia, seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total nilai perdagangan Indonesia dengan Rusia pada tahun 2020 dan 2021 masing-masing USD1,93 miliar dan USD2,74 miliar. Angka ini membaik setelah terjadi tren penurunan mulai tahun 2018. Adapun komoditas ekspor Indonesia ke Rusia antara lain CPO dan turunannya, karet dan produk karet, sepatu, elektronik, coklat, dan kopi. Sementara komoditas impor Indonesia dari Rusia antara lain besi baja dan produk kimia. Selanjutnya total nilai perdagangan Indonesia dengan Ukraina pada tahun 2020 dan 2021 masing-masing mencapai USD1,18 miliar dan USD1,45 miliar. Sebaliknya tren perdagangan antara Indonesia dengan Ukraina cenderung meningkat. Jumlah total perdagangan pada tahun 2017 hanya sebesar USD835 juta. Adapun komoditas ekspor Indonesia ke Ukraina antara lain CPO dan produk turunannya, kertas, dan bubuk coklat. Sementara komoditas imporIndonesia dari Rusia antara lain besi baja dan produk kimia. Selanjutnya total nilai perdagangan Indonesia dengan Ukraina pada tahun 2020 dan 2021 masing-masing mencapai USD1,18 miliar dan USD1,45 miliar. Sebaliknya tren perdagangan antara Indonesia dengan Ukraina cenderung meningkat. Jumlah total perdagangan pada tahun 2017 hanya sebesar USD835 juta. Adapun komoditas ekspor Indonesia ke Ukraina antara lain CPO dan produk turunannya, kertas, dan bubuk coklat. Sementara komoditas impor Indonesia dari Ukraina adalah biji dan tepung gandum, serta besi. (Permana, 2022)
Perang antara Rusia dan Ukraina sangat terasa signifikan pada sektor ekonomi global. Banyak negara yang terkena dampak dari peperangan ini, termasuk negara Indonesia sendiri terkena dampak pada bidang ekonomi. Beberapa dampak yang dirasakan di Indonesia yaitu: Nilai tukar rupiah serta pasar modal yang mengalami penurunan, turunnya ekspor yang membuat pendapatan hilang, naiknya harga minyak terhadap APBN, dan naiknya komoditas impor gandum.
Perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan juga akan membuat sejumlah komoditas pangan melonjak, terutama terigu dan gandum, mengingat Ukraina adalah negara penghasil gandum terbesar dunia. Embargo terhadap minyak mentah yang dihasilkan Rusia juga menimbulkan peningkatan harga komoditas tersebut di pasar internasional akibat keterbatasan pasokan minyak mentah global.
Dampak lain juga yang terasa akibat perang ini yaitu kenaikan harga komoditas di pasar global berdampak pada kondisi fiskal dan harga komoditas domestik. Pasar saham di Eropa pun tergoncang dan perlambatan pemulihan ekonomi dunia yang seharusnya sudah masuk dalam tahap pemulihan ekonomi global akibat Covid-19.
Upaya penanganan peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina yaitu dengan
- Negosiasi
- Good offices atau jasa jasa baik
- Melalui organisasi internasional, dan
- Mediasi. (Syuryansyah, 2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H