Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Psiko-Populer | Ikhlas itu Gratis, Dendam Itu Beban Itu Berat

3 Desember 2024   11:22 Diperbarui: 5 Desember 2024   00:25 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Psiko-Populer  | (Bagian 1)  Ikhlas Itu Gratis, Dendam Itu Berat: Mengapa Kita Perlu Lepaskan Beban?

    DikToko
    (Soetiyastoko)

    Pernahkah Anda merasa seperti membawa karung beras 50 kg di pundak setiap kali melihat seseorang yang bikin hati Anda panas? Itulah dendam.

    Tidak terlihat, tapi bebannya luar biasa. Coba bayangkan seseorang sedang menikmati "me time" di mal, asyik jalan-jalan, tiba-tiba bertemu si dia, orang yang pernah "merobek" hati Anda. Seketika bahu jadi kaku, senyum hilang, dan kepala seperti mendidih.

    Padahal si dia mungkin lagi sibuk beli donat tanpa dosa.

    Bismillahir-rahmanir-rahiim

    Mari kita telusuri mengapa orang yang tidak ikhlas dan pendendam sering jadi "pemanggul beban berat" dan bagaimana cara keluar dari jebakan ini.

    ***

    Dampak Negatif dari Tidak Ikhlas dan Pendendam

    1. Tidak Tenang

    Dendam itu seperti memutar lagu galau sepanjang hari di kepala. Tidak bisa di-pause, tidak bisa di-skip. Anda akan terus dihantui "lagu dendam" yang bikin hati bergetar, tapi bukan karena cinta.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun