Puisi  |  Antara Pemalang dan Batang
DikToko
(Soetiyastoko)
Di pagi yang masih dingin,
bermula pandangan tak jelas,
kaca mobil tak mampu bersih sendiri
Kotor
Wifer tak bisa berfungsi
di tol yang panjang
tak berujung,
tersendat langkah,
terpaksa hentikan roda,
saat takdir menepi
di bahu jalan,
adalah baris pertama
kabar yang getir,
memilukan.
Di sana, angin pagi mengemas napas terakhir,
lalu membawanya terbang           Â
Tinggal-lah jasad-jasad terluka merah
sosok kuli berita          -yang selama ini berdedikasi
tanpa henti,
Sunardi, Marwan, Alwan---
nama yang kini ditulis di nisan,
dalam satu kejapan takdir yang pilu.
(Lewat serudukan truk yang tergagap, menghindari mobil lain yang oleng)
Dengan debu kaca yang masih di tangan,
dan air yang tak tersiramkan
Allahu Akbar !
Kehidupan mereka
tetiba
terhenti,
di batas yang tak direncanakan,
tertinggal cerita yang belum selesai,
laporan yang tak sampai tujuan.