Puisi  |  Antara Pemalang dan Batang
DikToko
(Soetiyastoko)
Di pagi yang masih dingin,
bermula pandangan tak jelas,
kaca mobil tak mampu bersih sendiri
Kotor
Wifer tak bisa berfungsi
di tol yang panjang
tak berujung,
tersendat langkah,
terpaksa hentikan roda,
saat takdir menepi
di bahu jalan,
adalah baris pertama
kabar yang getir,
memilukan.
Di sana, angin pagi mengemas napas terakhir,
lalu membawanya terbang           Â
Tinggal-lah jasad-jasad terluka merah
sosok kuli berita          -yang selama ini berdedikasi
tanpa henti,
Sunardi, Marwan, Alwan---
nama yang kini ditulis di nisan,
dalam satu kejapan takdir yang pilu.
(Lewat serudukan truk yang tergagap, menghindari mobil lain yang oleng)
Dengan debu kaca yang masih di tangan,
dan air yang tak tersiramkan
Allahu Akbar !
Kehidupan mereka
tetiba
terhenti,
di batas yang tak direncanakan,
tertinggal cerita yang belum selesai,
laporan yang tak sampai tujuan.
Felicia, Geigy, luka yang belum kering,
jiwa yang belum pulih
dari
getir perjalanan.
Kalian hidup membawa cerita mereka,
kawan se-iring-mu
Suarakan jejak, langkah, dedikasi,
untuk mereka yang kini tenang di sana.
Selamat jalan, para pencari kebenaran,
Yaa Allah, kumohon pada-Mu
berikanlah cahaya terang
tak menyilaukan,
di kubur sunyi
tempat kalian
kini beristirahat.
Menunggu akhir masa,
hari perhitungan
bagi
semua manusia
Tugas liputan
yang
tak
lekang,
tanpa niat
telah kalian tinggalkan
Usah risaukan.
Antara Pemalang dan Batang  di sisi tol yang bisu,                               kami bubungkan salam terakhir,
dengan doa dan rasa hormat,
untuk dikau bertiga yang telah pergi.
Selamat jalan, semoga damai
menuju pelukan-Nya
Usah bimbang,
tugas-mu, pasti kami lanjutkan.
________
Pagedangan, BSD, Jumat, 01/11/2024 11:15:09Catatan,Info dikutip dari kompas.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI