Mereka sering berbicara tentang masa depan, tentang keluarga yang akan mereka bangun bersama. Tentang mengantar anak ke sekolah. Mengajari mereka ngaji.
Janji-janji itu menjadi tiang penopang hubungan mereka.
Layar 3: Jakarta, Kota Impian
Setelah lulus, mereka sama-sama bekerja di Jakarta. Sinta sebagai desainer grafis merangkap tagline dan copy writer, di bidang advertising. Pekerjaan yang menuntut pergaulan yang luas.
Sedangkan Fadil di sebuah perusahaan teknologi informasi. Waktunya lebih banyak habis di depan monitor komputer.
Mereka sering bertemu di stasiun, menumpangi kereta yang sama ke arah kantor.
"Fadil, kita hampir bisa mewujudkan mimpi kita. Punya rumah kecil di pinggiran kota, dekat dengan masjid, dan hidup tenang," kata Sinta sambil menyesap teh tawar hangat di warung bakso langganan mereka.
Fadil tersenyum. "Aku tahu, Sin. Aku tak sabar menunggu hari itu tiba."
Namun, seiring waktu berjalan, sesuatu perlahan berubah. Sinta mulai jarang memberi kabar. Pertemuan di kereta pun semakin berkurang  sejak Sinta mendapat kendaraan inventaris, sedan  hitam. Dia kini sudah dipetcayai mensutradai pembuatan video iklan.
Fajar mulai merasa ada yang salah, namun ia tetap berusaha mempercayai kekasihnya. Dia mengerti  shooting-shooting itu sering dilakukan malam hari.
Hingga suatu hari, semuanya menjadi jelas.