Cerpen  |  Rujak Berulat
DikToko
(Soetiyastoko)
Di sudut kamar luas ukuran 6 kali 4 meter itu sepi, Irma duduk memandangi cermin.
Hatinya menyempit.
Bayangan itu, yang pernah menghiasi cover majalah ternama.
Wajahnya tetap seindah seperti dulu, saat dia dan Fikri pertama kali bertemu. Tubuhnya yang semampai masih terawat dengan baik, meskipun setelah dua anak lahir dari rahimnya.
Banyak wanita yang iri padanya, tidak hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena kebaikan hatinya. Irma dikenal lembut, sabar, dan penyayang. Ia mengurus rumah tangga dengan cermat, menjaga anak-anak dengan kasih sayang, serta selalu berusaha menjadi istri yang baik.
Namun, di balik kesempurnaan yang tampak itu, hatinya tengah berderai pilu. Suaminya, Fikri, berkali-kali menghianatinya. Bukan dengan wanita yang sepadan---bukan wanita dengan paras cantik atau akhlak mulia---melainkan dengan perempuan yang ia ibaratkan sebagai "rujak berulat", murahan dan tak pantas.
Irma terdiam lama, tak bisa mengerti mengapa Fikri lebih memilih perempuan-perempuan seperti itu. Bukankah di rumah ada "sajian yang bersih dan berkah"?
Bukankah ia sudah berusaha menjadi istri yang terbaik? "Apa yang kurang dariku?" pikirnya, perih. Setiap kali ia mendapatkan pesan-pesan dari sahabatnya atau mendengar desas-desus dari tetangga, hatinya selalu terkoyak.
Bahkan secara tak sengaja telah memergoki suaminya di foodcourt sebuah Mal.