Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Humaniora | Memaknai Kehidupan di Tengah Kegelisahan Demonstrasi

30 Agustus 2024   10:32 Diperbarui: 30 Agustus 2024   10:32 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam mulai jatuh, membawa kesejukan yang menggantikan panas siang. Lampu-lampu jalan mulai menyala, menggantikan cahaya matahari yang telah pergi. Di bawah sinar lampu yang temaram, aku bertanya pada diriku sendiri, siapa yang sebenarnya memelihara jiwaku?
Kekasih hati, dalam makna yang lebih luas, adalah pilihan yang aku buat. Pilihan untuk merajut tali kasih sepanjang waktu, meski waktu itu terasa begitu lambat dan penuh cobaan.

Keindahan, kesucian, dan ketulusan bukan sekadar konsep. Mereka bersemayam dalam kalbu, menjadi landasan bagi setiap langkahku.

Aku diingatkan pada kisah bijak tentang iblis yang terusir dari surga karena kesombongannya.

Manusia, meski belum pasti masuk surga, kadang bertindak seolah-olah memiliki kesombongan yang sama. Hanya dada yang bersih, yang mampu memelihara jiwa dari permainan dan tipu daya dunia.

Aku duduk di atas motor kreditanku ini, kawanku bilang, "Terlalu, wah, untuk diojekkan !" , kupandang langit yang semakin gelap.  "Apakah aku tak layak, untuk sedikit bergaya ?" , tanyaku membathin.

Renungan ini mengajakku untuk membersihkan hati, untuk menemukan kembali kekuatan dan keteguhan dalam diri.

Di tengah gelisah dan ketidakpastian, ada ketenangan yang ingin kuraih melalui syukur, kejujuran, dan ketulusan. Karena pernah kubaca, "Hanya dengan hati yang bersih,  manusia bisa menjalani hidup ini dengan damai dan penuh makna, dengan kesungguhan doa dan ikhtiar".

Seperti tadi siang, bersama-sama berjuang dengan sesama Ojekers kota. Bersenjatakan letupan teriakan dan spanduk seadanya. Semoga sukses menembus tujuh lapis langit dan dikabulkannya.


Malam semakin larut. Aku memutuskan untuk pulang. Mesin motor menderu pelan, menyatu dengan suara malam yang sunyi.

Jalanan kini sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Di bawah langit yang gelap, aku menyusuri jalan yang penuh dengan lika-liku. Setiap tikungan membawa aku pada pemikiran baru, setiap jalan lurus mengingatkan aku bahwa hidup ini terus bergerak maju, tak peduli seberapa berat beban yang harus aku pikul.

Di rumah petak kontrakan, lampu kecil menyala di sudut ruangan. Aku duduk di kursi tua, menatap sekeliling yang jauh dari tatanan dan ukuran layak. Semua yang aku miliki, meski tak banyak, adalah hasil dari kerja keras dan doa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun