Malam di Warung RoPang: Membangun Indonesia dengan Optimisme
ObrolanSoetiyastoko
Jelang tengah malam, suasana di warung roti panggang Bang Hadi terasa hangat meski udara malam kian dingin. Angin berhembus pelan, sesekali membawa aroma khas dari panggangan roti yang sedang dibalik di atas bara.
Para pelanggan setia bergantian datang dan pergi. Seolah berbagi waktu menemani Bang Hadi yang warungnya buka sampai jam 7 pagi.
Mereka menyelimuti diri dengan jaket untuk mengusir dingin kota kembang yang meresap hingga ke tulang.
Di pojok warung, empat sahabat---Ahmad, Yacob, Bidin, dan Somad---telah duduk dengan nyaman. Mereka adalah wajah-wajah yang hampir setiap malam Minggu menghiasi warung sederhana itu.
Obrolan ringan mengisi malam, ditemani gelas kopi atau secangkir bandrek dan sepotong roti panggang keju yang renyah. Pilihan lainnya nangka goreng atau nanas goreng.
Lampu minyak yang tergantung di dinding warung sesekali meredup, tertiup angin malam yang masuk dari celah-celah pintu kayu. Saat angin menerpa lagi, api di dalam lampu tiba-tiba menyala besar, menerangi seisi warung dengan cahaya yang lebih terang.
Di luar, terdengar suara lolongan anjing yang menggema dari kejauhan, seolah menyambut datangnya malam yang semakin larut. Seekor kucing liar tiba-tiba melintas di depan warung, mengeong nyaring sebelum menghilang di kegelapan. Entah sedang berburu tikus atau calon pasangan untuk kawin.
Terdengar dari bibir Ahmad , "Kawan-kawan, tadi siang saat gotong royong mendirikan gapura, kami membicarakan kondisi masyarakat kita saat ini.
Ada nuansa keprihatinan, ... Menjelang HUT RI ke-79 ini, aku merasa perlu untuk berbagi pandangan tentang masa depan bangsa kita."
Ahmad pembina Pramuka, seorang duda pensiunan kepala sekolah, biasanya menjadi pembicara utama dalam obrolan mereka. Suaranya yang dalam dan tenang selalu berhasil menarik perhatian ketiga sahabatnya.