Oleh: Soetiyastoko
Peringatan 79 tahun Indonesia merdeka adalah momen yang tepat untuk merenungi arti sejati kemerdekaan. Di tengah situasi internasional yang penuh ketidakpastian, di saat perang antara Ukraina dan Rusia terus berkecamuk, dan konflik tanpa henti antara Israel dan Palestina semakin menyayat hati, kita diingatkan akan betapa rentannya perdamaian global.
Sementara, pandemi COVID-19 yang baru saja berlalu telah mengubah peta cara kerja di dunia, meninggalkan kita dengan tantangan baru yang harus dihadapi.
Bagi umat Muslim, ini adalah ujian keimanan, sebuah panggilan untuk memperkuat diri dalam menghadapi tantangan zaman.
Namun, di tengah situasi global yang tak menentu ini, muncul kebijakan kontroversial di dalam negeri. Peraturan nomer 28 tahun 2024 yang konon menyatakan bahwa pemerintah akan menyediakan perlengkapan kontrasepsi bagi remaja.
Tak pelak info ini, menimbulkan perdebatan.
Terlepas dari alasan dan pertimbangannya, kebijakan itu seharusnya dipertimbangkan dengan matang demi kebaikan bangsa.
Namun, tulisan ini bukanlah untuk membahas kebijakan yang berpotensi berdampak moral dan mengusik ajaran agama tersebut. Semoga bisa penulis sajikan di kesempatan lain.
Tulisan ini menyoroti partisipasi aktif rakyat dalam menyambut dan merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus.
Partisipasi yang terlihat nyata di seluruh penjuru negeri, dari kampung-kampung di pelosok hingga perkotaan. Dari pesisir hingga pedalaman.
Warga bersatu padu membersihkan lingkungan, menghias jalan-jalan, mendirikan gapura dan mengadakan berbagai lomba serta panggung pertunjukan seni. Termasuk doa bersama.
Kegiatan bersama yang menciptakan suasana semarak dan penuh kebanggaan.
Segala kreativitas dan sumber daya yang dimiliki, dengan sukacita dikontribusikan untuk mensyukuri -merayakannya .
Gotong royong dalam rangka "Tujuh-Belasan" menjadi wujud nyata dari potensi kebersamaan kita, sekaligus mengikis sekat-sekat perbedaan yang sempat terbelah oleh momen pemilihan presiden di awal tahun.
Di tingkat akar rumput, momen kemerdekaan ini menjadi perekat sosial yang kuat. Fanatisme politik yang sempat "menyigar" masyarakat perlahan terkikis. Digantikan oleh semangat kebersamaan dan persatuan. Sementara itu, di tingkat elit politik, para tokoh sudah lebih dulu berdamai dan bercengkerama di meja makan, meninggalkan perbedaan yang pernah ada.
Semoga momen ini menjadi awal baru untuk mempererat persatuan di antara seluruh rakyat Indonesia.
Optimisme pun tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik dunia, meski kita dihadapkan pada tantangan berat seperti naiknya harga-harga dan krisis ekonomi yang mengancam. Termasuk gelombang PHK. Namun, semangat gotong royong dan kebersamaan ini memberikan harapan baru bahwa kita, sebagai bangsa, masih memiliki daya tahan dan kekuatan untuk menghadapi segala cobaan.
Di atas segalanya, momen perayaan kemerdekaan ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya pada diri sendiri: "Apa yang sudah kuberikan kepada negara?"
Bukan:
"Apa yang bisa kujarah dari negara?"
Sebagai penutup, mari kita renungkan bait terakhir dari lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya :
"Indonesia Raya, merdeka, merdeka, hiduplah Indonesia Raya."
Bait ini mengingatkan kita, bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang kebebasan, tetapi juga tentang tanggung jawab.
Tanggung jawab untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
Mari kita berkontribusi untuk Indonesia, untuk memastikan bahwa bangsa ini terus hidup, merdeka, dan berjaya.
Sekian.
---------
Bumi Puspita Asri, Pagedangan Kab. Tangerang, Minggu, 10/08/2024 01:03:04
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H