Blitar - Malang dan Bogor
Soetiyastoko
Kuning-coklat bunga tanjung
putih-putih kembang bintaro
pagi itu
adalah
karpet
disepanjang jalan halus
dari
rumah Panjen Kidul
menuju
stasiun sepur Blitar
untuk
ke
Malang.
Semerbak wanginya
semangati gegas langkah
Sedangkan
embun belum waktunya turun
Masih wujud kabut,
tangkapi debu-debu.
Satu dua
buah asem telentang
lepaskan
lelah
berbulan bergelantungan.
Selalu
begitu,
itu dulu
celoteh lelaki tua,
dia
selalu
berangkat panggul sekotak sabun,
pulang tenteng jerigen minyak tanah
di atas goyanganÂ
kereta api uap,
sesekali hamburkan bintik bara api
Ada pun buku,
sabar
menunggu di rak sekolah
Tahun-tahun berdiri
menghormat arah timur laut
dan
matahariÂ
di upacara
setiap pagi
(Nipon!)
Baju mori
celana dril kaki
dan
loncat naik kelas
dua kali.
Belum lulus,
kau
diminta bantu peneliti
Tahun-tahun kebanggaan remaja
jadi
tentara pelajar
barisan tegap
berteman lapar.
(kupandangi nisan-mu di gawai ,
cerita-mu meluncur lancar, seperti teks berita berjalan
di siaran televisi pagi)
Puncak kalimatmu
berselimut entah ......
"... aku bukan sarjana
dan
tak pernah bertoga,
tugasku
ajari mereka,
uji mereka,
luluskan mereka,
sandangkan mereka
gelar
sarjana,
di
Bogor ..."
(pohon salam yang kau tanam, masih tegak
di depan rumah peninggalan-mu)
----------
BPA, Bumi Serpong Damai, 12 Agustus 2020
Terkenang almarhum Bapak-ku dengan ucapan "Alhamdhulillah" &
"senyum-mu" di setiap keadaan, Al Fatihah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H