Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ruang C Dipati Ukur 35

2 Oktober 2023   15:05 Diperbarui: 2 Oktober 2023   22:42 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Maaf, Cep Joko, Ibu sedang kebelet. Ibu dulu yaa yang ke kamar mandi, ... !"

Belum sempat kujawab, dia sudah masuk bilik mandi dan mulai "ngebom!". Kamu bisa bayangkan, gas buang itu terhirup hidungku. Wouw ! Anggap saja rejeki pagi.

Tali timba bekas ban tronton itu masih kutarik tapi airnya tak kumasukan bak. Kugunakan untuk sikat gigi lalu cuci muka dan pergi.

Terdengar si Ibu teriak-teriak minta diisikan bak mandi. Dia mungkin mau membersihkan diri dan menggelontorkan "bom pagi" nya.

Aku tak bisa menolongnya, aku tak mau terlambat kuliah. Tanpa berganti pakaian yang semalam kupakai tidur, langsung jalan setengah berlari.
Bau, dong bajunya ?! Tidak, Tante dan Oom. Ini di Bandung utara, terlalu dingin untuk tidur berkeringat.

-oo0oo-

Ruang C kampus Dipati Ukur 35 sudah penuh sesak mahasiswa dengan wajah-wajah fresh lulusan SMA. Perempuan hampir semua bersolek cantik, dan yang gundul-gundul pasti laki-laki. Termasuk aku.

Ada muka-muka lama yang berambut gondrong, mereka mengulang kuliah. Mungkin memang tidak lulus  saat ujian atau modus mendekati bidadari-bidari segar.

Susunan bangku Ruang Kelas C, sama dengan bioskop. Lantainya tinggi di bagian belakang. Bedanya bangkunya panjang-panjang, lebih panjang dari bangku warung roti bakar di gang samping gedung RRI Bandung. Tempat para aktivis nongkrong mengkritisi apa saja.

Aku lebih suka duduk di deretan ketiga  atau keempat. Sebab jika duduk dideret pertama, kepala harus selalu "ndangak" saat memperhatikan pak dosen mengajar. Wira-wiri jalan di atas panggung semen. Yaa, di bagian depan kelas ruang C mirip panggung, ada mimbar jati kokoh. Mirip yang biasa ada di masjid.

Hari itu, aku terpaksa duduk di bangku terdepan. Yaa yaa, kini kualami sendiri hujan lokal dari mulut Pak Dosen yang gondrong mirip pemain band Rhapsodia. Tapi beliau berkumis dan berjenggot panjang tapi jarang. Tipis, kata Hadi, kawanku yang hidungnya paling mancung dikelasku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun