Puisi  |  Merinding
Soetiyastoko
Gulita dan anjing-anjing
yang
terus menyalak
Bintang tak satu-pun
yang
hadir memandu langkah
Aku tak ingin kemana-mana,
menangis dikuburan
memeluk papan nisan
yang masih goyah, ...
Aku mencoba untuk tetap kental dalam kesadaran
Aku tak ingin goyah,
telanjangkan duka
Tapi
ku-tak-mampu
tetap
rebahkan bulu-bulu roma
Tengkuk-ku dingjn, baju-ku basah :
keringat
Kunang-kunang diantara buluh padi dua puluh satu hari,
tari-kan sendu tak terduga
Suara-suara anjing itu kini lengking memanjang
BRRAAAKKK !
Seperti blandar rumah patah !
Entah suara apa, ...
rusuk-rusuk dada-ku
ketakutan
digedor-gedor jantung yang berontak
("Kamu ! Awas, balasan-ku ! Ingat-ingat boss-mu mati muntah darah. Kamu lancang mengusut-usut. Kamu siapa ?!")
Tiba-tiba terngiang kembali bisik istri pak dekan, saat ku menyalaminya.
"Di santet orang, ..."
Jangkrik, kodok, serangga pun terdiam
dibekap lolong serigala
Yaa Allah aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan yang terkutuk
(Aku harus tidur, besok lanjutkan tugas dari pak dekan: audit dana penelitian. Harus fit-prima)
Bulu-bulu roma-ku makin tegak saja
gigi pun gemeretak, sekujur kulit seperti berjerawat
Merinding !
------------
Pagedangan,Sabtu 30/09/2023 00:30:50
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H