Puisi  |  Duhai Dikau, ...
Soetiyastoko
Duhai dikau
akan kemana
kau jinjing hati-mu ?
Aku sungguh-sungguh pada-mu,
lihat kedalam hitam
mata-ku
Sebelum beranjak jauh
Aku tak berani meraih tangan-mu, menahan-mu
untuk tetap di sini
Duhai dikau semampai jalinan pesona di benak-ku
Lihat-lah,
aku yang terpana
Aku tak berani merayu-mu,
juga
tak ahli begini-begitu,
liuk-kan kata-kata, ... bagai penyair dari Bangka yang ku-kagumi
Apalagi dalam dendang
ala
india
Duhai dikau,
entah temali mana
yang
belit-kan rasa-ku
pada-mu
Aku tak sedang merayu-mu
Namun, ...
rasa yang geliat
di
relung-palung
terdalam
dan
terpanjang
telah bubungkan
kalimat-kalimat ini
dan
hanya untuk di-simak jiwa-mu,
bukan untuk jelita lain yang tak nyala-geliat-kan rasa, seperti kepada dikau ...
Karena,
hanya dikau-lah
yang
gemuruh-kan
resah-gelisah
seluruh
pembuluh darah-ku, ...
Duhai, dikau
Ku-ingin rela-mu redam-kan galau-ku
Harapku gumpal
dan
menggunung
Dikau,
jadi dikau-ku, ...
Duhai dikau,
aku tak bermaksud
lancang,
berkata vulgar
Ijin-kan-lah.
lava-rasa-ku
meleleh lembut, hangat
pelan-pelan
(Kini, terasa berat-nya menahan beban-tekan-harap. Ku-takut meletus dan terburai)
Sekali lagi,
jangan pergi
Jadi-lah dikau:
dikau-ku
(Aku tak berani lancang merayu, sebelum akad di depan Penghulu)
Hening dan sepi hanya berakhir,
bila
dikau angguk
setuju.
***
Tanda kenangan puluhan tahun lalu, membuatkan konsep surat-surat cinta-ranum, untuk teman-teman masa remaja-ku.
Adakah yang masih menyimpan-nya ?
Ingin kujadikan buku ! Berjudul, "Himpunan Surat Cinta Hijau Tosca Murid SmanSa Bogor 1972 - 1974"